Selasa, 29 Mei 2012

SEJARAH BAKOSURTANAL


 Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, terdapat banyak jawatan pengukuran, yang kemudian dijadikan satu badan, disebut dengan Permante Kaarterings-Commissie (Komisi Tetap untuk Pemetaan), pada tahun 1938. Kenyataannya, badan tersebut tidak dapat memenuhi harapan semula. Melalui Gouvernements Besluit van 17 January 1948 (Keputusan Pemerintah No. 3 tanggal 17 Januari 1948), komisi itu dibubarkan dan dibentuk Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezen in Nederlands Indies (Dewan dan Direktorium untuk Pengukuran dan Pemetaan Hindia Belanda). 
Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, pemerintah membubarkan Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezwn (Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 1951), selanjutnya membentuk Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Badan ini memiliki pola organisasi yang sama seperti bentukan Hindia Belanda. Dewan bertugas membuat kebijakan dan pengambilan keputusan, sedangkan pelaksananya adalah Direktorium. 
Di lain pihak, dibentuk pula Panitia ‘Pembuatan Atlas Sumber-sumber Kemakmuran Indonesia’, dengan tugas menunjang rencana pembangunan nasional. Panitia ini berada di bawah Biro Ekonomi dan Keuangan - Menteri Pertama. Pada tahun 1964, status Panitia Atlas ditingkatkan menjadi Badan Atlas Nasional (Batnas), berdasarkan Keputusan Kabinet Kerja No. Aa/D57/1964, yang ditandatangani oleh Wakil Perdana Menteri II, Ir. Chaerul Saleh.
Kinerja Dewan dan Direktorium dinilai Presiden Soekarno, lamban dan koordinasinya tidak berfungsi, hingga akhirnya dibubarkan dan dibentuk organisasi berbentuk komando, yaitu Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) serta Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal), melalui Keppres No. 263 tahun 1965 tanggal 2 September 1965. 
Hingga peristiwa G-30-S/PKI 1965, Desurtanal dan Kosurtanal belum bekerja sebagaimana mestinya. Maka secara khusus untuk survei dan pemetaan nasional dibentuk organisasi baru yang disebut BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). 
BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) dibentuk berdasar Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969 dan pada tanggal tersebut diperingati sebagai ulang tahun BAKOSURTANAL. 
Pertimbangan pembentukan BAKOSURTANAL, yaitu: Perlu adanya koordinasi dalam kegiatan dan pelaksanaan tugas surta (survei dan pemetaan) sehingga dapat tercapai adanya effisiensi serta penghematan pengeluaran keuangan negara. Terkait dengan itu, dalam rangka penertiban aparatur pemerintahan, dipandang perlu untuk meninjau kembali kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan surta untuk dipersatukan dalam suatu badan koordinasi surta nasional.
Hingga kini BAKOSURTANAL telah dipimpin oleh 5 kepala (dulu ketua), yaitu : Ir. Pranoto Asmoro (1969-1984), Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc. (1984-1993), Dr. Ir. Paul Suharto (1993-1999), Prof. Dr. Ir. Joenil Kahar (1999-2002),  Ir. Rudolf Wennemar Matindas, M.Sc. (2002-2010), dan Dr. Asep Karsidi, M.Sc. (2010-sekarang). 
Di antara masa itu, badan koordinasi ini pernah berkantor di beberapa tempat berbeda. Pada awalnya di Jalan Wahidin Sudirohusodo I/11, dan Jalan Merdeka Selatan No. 11, pernah pula di Gondangdia, dan terakhir (hingga sekarang) di Kompleks Cibinong Science Center.
Tugas:
BAKOSURTANAL mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi:
  1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang survei dan pemetaan;
  2. pembangunan infrastruktur data spasial nasional;
  3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BAKOSURTANAL;
  4. pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang survei dan pemetaan nasional;
  5. pelaksanaan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.

Produk yang dikeluarkan oleh bakosurtanal yaitu peta RBI, foto udara dan radar, peta kelautan dan kedirgantaraan, peta tematik, atlas, jasa survey tanah, jasa diklat bagi guru-guru geografi dan mahasiswa serta buku-buku yang tentunya bermanfaat bagi bidang ilmu geografi. Selain itu juga BAKOSURTANAL sering mengadakan workshop-workshop bagi pendidikan dan daam bidang pembangunan. Contohnya saja:

WORKSHOP GEOSPATIAL TECHNOLOGY ON SUSTAINABLE DELTA MANAGEMENT

Wilayah delta secara morfodinamik terbentuk dari proses interaksi antara sungai dan laut. Delta merupakan daerah yang sangat subur, memiliki sumberdaya yang melimpah serta berbagai ekosistem unik terbentuk di dalamnya. Oleh sebab itu tidaklah heran jika di wilayah delta banyak ditinggali manusia sejak ribuan tahun lalu, terutama karena ketersediaan berbagai sumberdaya untuk menopang kehidupan, maupun letaknya yang cukup strategis dalam mendukung kelancaran transportasi khususnya air (sungai dan laut).  Banyak kota-kota besar di dunia yang terletak di wilayah delta, seperti Jakarta, San Francisco, Ho Chi Minh, Rotterdam, Cairo, dan Calcutta. Indonesia merupakan negara paling banyak memiliki wilayah delta yang saat ini juga telah menjelma menjadi kota besar seperti Jakarta, Jambi, Palembang, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Merauke.

Disamping keuntungan yang ditawarkan, delta juga mempunyai banyak tantangan yang umumnya disebabkan oleh karena pertumbuhan manusia yang pesat dan pembangunan yang intensif di kawasan delta. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan kebutuhan dasar hidup serta berbagai kemajuan dalam berbagai bidang perindustrian, perdagangan, pertambangan, transportasi di wilayah delta yang telah berubah menjadi kota besar, maka berbagai permasalahan mulai bermunculan. Permasalahan yang mulai dikenali secara umum diantaranya; tingginya sedimentasi, intrusi air laut, penurunan permukaan tanah (land subsidence), pembabatan hutan mangrove, alih fungsi lahan, polusi air di sungai maupun laut. Permasalahan-permaslahan tersebut secara umum dapat mendorong ke arah penurunan kualitas lingkungan hidup. Permasalahan ini juga akan menjadi semakin serius dengan terjadinya perubahan iklim global jika delta tidak dikelola dengan benar.

Ada 3 kata isu kunci wilayah delta yang menunjukkan urgensi pengelolaan wilayah delta sesuai dengan fungsi dan kondisinya dalam kehidupan manusia, yaitu: valuable, vulnerable dan pressured. Wilayah delta sangat valuable karena merupakan wilayah sumber pangan, pusat pengembangan ekonomi, penyangga keberagaman hayati dan tempat tinggal bagi banyak orang. Di sisi lain, wilayah delta juga sangat vulnerable terhadap permasalahan seperti polusi, urbanisasi, banjir dan kekeringan, penurunan dataran dan erosi, serta turunnya kualitas lingkungan secara keseluruhan. Di sisi lain, tekanan (pressured) terhadap wilayah delta, dengan karakteristik seperti di atas, juga meningkat baik yang disebabkan oleh pertumbuhan (aktifitas) ekonomi dan penduduk, maupun fenomena perubahan iklim secara global.

Salah satu wilayah delta terbesar di dunia ini adalah yang sekarang menjadi kota Jakarta. Berbagai permasalahan yang dihadapi Jakarta seperti banjir di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Jakarta juga menghadapi permasalahan seperti eksploitasi sumber air tanah yang sudah tidak mampu mendukung kehidupan warganya. Hal ini yang dihipotesakan sebagai penyebab terjadinya penurunan dataran (land subsidence) dan intrusi air laut ke daratan.

Pertanyaan besarnya adalah bagaimana kita memecahkan permasalahan ini secara holistik. Pengelolaan wilayah delta yang unik seperti ini, memerlukan data yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Teknologi geospasial sebagai teknologi untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan informasi keruangan dari objek yang berada di bumi, diyakini merupakan teknologi kunci untuk pengelolaan wilayah secara umum, termasuk wilayah delta. Dengan informasi geospasial diharapkan pengelolaan wilayah delta akan menjadi lebih komprehensif dan integratif karena memperhatikan semua aspek keruangan (termasuk aspek lingkungan).

Pengetahuan akan aspek bio-fisik perkembangan delta mungkin sudah cukup dipahami di kalangan komunitas ilmiah. Berbagai penelitian dan studi telah dan akan terus dilakukan, khususnya mengenai pemanfaatan teknologi geospasial untuk pengelolaan wilayah delta. Disamping itu, dengan telah disahkannya UU No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, maka perlu disosialisasikan bagaimana peran informasi geospasial dalam pengembangan wilayah di Indonesia.

Workshop ini diselenggarakan untuk menyebarluaskan pemahaman tentang delta dan untuk membahas bagaimana hasil-hasil penelitian dan pemanfaatan informasi geospasial dapat menjadi rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh para pembuat kebijakan. Dengan kata lain, workshop ini dimaksudkan untuk menjembatani gap antara komunitas ilmiah dengan para pembuat kebijakan. Dengan pengetahuan yang diperoleh diharapkan dapat merubah cara pengelolaan wilayah delta ke arah yang lebih baik dan berkelanjutan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk diselenggarakannya Workshop ini dengan tema “Geospatial Technology on Sustainable Delta Management”.  Workshop ini merupakan bagian dari World Delta Summit yang diselenggarakan pada tanggal 21 – 24 November 2011, dan menitikberatkan pada pemanfaatan data dan informasi geospasial dalam mendukung pengelolaan delta secara berkelanjutan.

Workshop internasional ini dikemas dalam bentuk Talkshow, presentasi dan tutorial.  Narasumber talkshow terdiri dari Kepala Bakosurtanal, Asep Karsidi, Deputi Pendayagunaan IPTEK, Kemenristek, Idwan Suardi dan Anggota DPR, Sohibul Iman.  Pemaparan/presentasi mengenai pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemetaan mangrove di wilayah delta dan pemetaan bathimetri, Electronic Navigational Chart dan bagi-pakai data geospasial kelautan.  Sedangkan tutorial meliputi Dokumen Standar untuk Pemetaan Mangrove (SNI), Database Geo-Photo dan Retrieving Suspended Sediment from Meris Data Using Opensource Software.


Terima kasih ^-^

Oleh PEPI HIDAYAT
fb: PEpep Hidayat