Sabtu, 10 Desember 2011

Hitung Bore Up dan Diameter Klep


Info balap liar jakarta- Mungkin masih banyak  yang belum tau soal rumus-rumus dalam meng-up grade performa mesin skutik yang rata-rata jenis 4-Tak. Misal rumus menghitung volume silinder ketika melakukan bore-up dan sebagainya.

Padahal dari penggantian diameter piston tersebut, ada lagi rumus buat ngoprek komponen mesin lainnya bila ingin performanya lebih ajip.

Oke, kita mulai cara menghitung volume silinder. Masih ingat gak pelajaran matematikan di sekolah mengenai cara menghitung volume sebuah tabung silindris? Nah, sama deh dengan rumus menghitung kapasitas mesin 4-Tak.

Yakni V (dalam cm³ atau cc) = (1/4 x ? x D² x T) : 1.000. Di mana V adalah volume silinder, ? : bilangan konstanta yang nilainya 3,14, D : diameter piston dan T : langkah piston (stroke). Nah, dengan rumus ini, sobat sekalian bisa menentukan pembesaran kapasitas yang dikehendaki.

Misal di Yamaha Mio. Skutik ini mengusung diameter piston standar 50,0 mm. Sementara stroke-nya 57,9 mm. Berarti bila dimasukkan dalam rumus tadi, D = 50 mm dan T = 57,9 mm. V = 1/4 x 3,14 x (0,5)² x 0,579, hasilnya V = 113,6 cc. Itu kapasitas murninya, dibulatkan jadi 115 cc.

Trus, misal kita ingin dongkrak kapasitas silindernya jadi 150 cc atau yang mendekati, mesti pakai piston diameter berapa? Yuk, kita kalkulasi lagi. Tinggal mainkan saja angka untuk D.

Coba deh kalo kita pakai piston berdiamter 57 mm. Jika dimasukkan dalam rumus menghitung volume silinder mesin 4-Tak tadi, maka hasilnya akan didapat V = 147,67 cc. Mendekati 150 cc kan? Sementara kalau pakai piston 58 mm, hasilnya V = 152,9 cc. 

Nah, menurut Andhika Bintang Budaya atau yang di kancah balap motor nasional sering dipanggil Om Gandoz, diamater piston bisa lo dipakai untuk menentukan diameter klep yang ideal. Misal setelah mesin di-bore up, klepnya mau ikut digedein biar dapat efisiensi volumetrik yang optimal.

“Banyak yang suka salah kaprah dalam mengaplikasi klep gede. Sebab kalau diameter klep yang digunakan terlalu lebar, akan mengakibatkan velocity-nya (kecepatan aliran campuran bahan bakar) jadi terlalu rendah. Efeknya asupan gas jadi kurang maksimal,” terang salah satu tunner road race papan atas ini.

Lantas bagaimana rumus menentukan diameter klep yang ideal? Kata Om Gandoz, untuk diameter klep in adalah maksimal 50% dari diameter piston yang digunakan. Misal kalau pakai piston 58 mm, 58 x 50/100 = 29. Artinya maksimal pakai klep berdiameter 29 mm. “Itu batas maksimalnya, boleh-boleh saja pakai di bawah itu. Misal 28 mm,” tambahnya.

Sementara untuk klep out, patokan maksimumnya sekitar 85% dari diameter klep in. Ambil contoh kalau diameter klep in-nya pakai 28 mm, maka klep out-nya = 28 mm x 85 / 100 = 23,8 mm. Tapi karena untuk mendapatkan klep ukuran 23,8 mm itu susah, kata Om Gandoz pilih saja mendekati, misal pakai 23 mm.


Read more: http://infobalapliarjakarta.blogspot.com/2011_10_01_archive.html#ixzz1gA5aGYOj

Rekomendasi Mekanik Ketika Pasang Head Klep Gede




Sisi keteng diperlebar agar bisa dipasang piston besar
Coba main ke tukang pasang klep gede. Pasti rata-rata permintaan mekanik di sana hampir sama. Selain pasang klep gede, ada beberapa poin yang harus ditekankan.

Contoh paling gampang mari amati kepala silinder keluaran Kawahara untuk Yamaha Mio. “Head yang baru nongol ini berdasarkan permintaan mekanik yang biasa balap di Matic Race,” jelas Mariasan Kocek, mekanik JP Racing. 

Yuk, diperhatikan poin apa saja yang direkomendasi mekanik.

Klep Optimal

Disukai mekanik karena, sudah mengusung klep gede. Yaitu klep isap 28 mm dan buang 23 mm. Klep ini optimal untuk turun di kelas 130 dan 150cc. 

Atau bisa disandingkan dengan blok yang sudah diisi piston 58,5mm. Karena lebar squish sudah diseting 58,8mm. Bagi yang meggunakan piston lebih kecil atau lebih besar tinggal papas ulang di tukang bubut dan atur lebar squishnya.

Ruang Bakar Fleksibel

Ciri lain yang disukai mekanik yaitu dari bentuk ruang bakarnya. Dibikin fleksibel. Artinya volume ruang bakar bisa diatur ulang. Sesuai dengan rasio kompresi yang diinginkan.  

Kalau kompresi kepengin lebih rendah, silakan ruang baker dikikis. Agar volume jadi membengkak. Biar presisi ukur meggunakan buret ketika head dipasang. Lebih jelas soal rasio kompresi silakan baca tulisan RPM di sebelah kanan.


Sitting klep presisi. Tidak perlu sekir
Sisi Keteng Diperlebar

Coba perhatikan permukaan sisi yang menghadap ke rantai keteng. Dibuat lebar supaya fleksibel juga. Artinya ketika sudah kena sentuhan bore up edan-edanan menggunakan piston gede, tidak perlu lalu ditambal las argon.

Sebab kalau menggunakan head standar pabrik, kalau menggunakan piston di atas 63,5 mm harus ditambal las argon aluminium. Kalau tidak ditambal, kompresi sering bocor ke ruang keteng. 

Drat Busi Panjang

Drat busi juga kerap jadi kendala kala kita melakukan bore up besar. Itu karena kita memperlebar dan memperbesar ruang bakar.

Akibat pemapasan ruang bakar yang ektsrem, drat busi jadi korban. Ulirnya jadi tinggal sedikit. Riskan alias gampang selek. Akibatnya kompresi mudah bocor atau bahkan busi lepas. 

Makanya mekanik kerap mengelas mati lubang busi dengan aliminium lebih tebal. “Kemudian dilubangi ulang dan dikasih lubang serta ulir yang panjang,” jelas Kocek.

Nah, head yang bagus lubang ulirnya sudah dibuat panjang. “Untuk businya bisa meggunakan milik Honda Karisma, Jupiter MX atau Suzuki Satria F-150,” jelas Christomas Oaklen distributor busi Denso yang banyak meluncurkan pemantik busi racing itu. 

Potong Klep

Aksi potong klep kerap dilakukan apabila kita pasang katup lebar. Disesuaikan dengan hasil akhir pengerjaan tukang bubut. Dalam menentukan ukuran pemotongan batang klep disesuaikan dengan pegas yang digunakan.

Kalau masih menggunakan per klep Mio bisa diseting 30-31mm panjangnya dari permukaan bawah bos klep. Kalau untuk per klep Jepang AHRS yang pendek bisa 28-29mm. Jangan lupa bekas pemotongan batang klep kudu dihardener. 


Lubang derat busi panjang. Agar tidak mudah bocor
Korek Lubang IN/EX

Sehabis bikin head klep gede biasanya kita korek lubang isap dan buang. Besar lubang isap bisa 80-95% dari diameter klep. Sementara lubang buang 65-75% dari diameter lubang isap. Sebagai acuan seperti di head yang aslinya korekan Kocek ini. Lubang in 24,5 mm dan buang 22,5mm.  

Tanpa Sekir

Pengerjaan sekir klep sederhana tapi bikin bete. Kalau menggunakan proses pemesinan yang canggih, biasanya tidak bocor. Seperti head buatan BRT dan Kawahara ini langsung pakai. Kalau dimasuki bensin dari sisi klep tidak bocor.

Read more: http://infobalapliarjakarta.blogspot.com/2011_11_01_archive.html#ixzz1gA46627G

EFEK DARI VALVE LIFT PADA EFISIENSI MESIN

Efisiensi mesin diukur dari seberapa efisien mesin mampu menahan panas, seberapa kemampuan mesin menghisap volume campuran udara-bahan bakar, seberapa efisien mesin mampu menggerakkan semua komponen dengan gesekan minimum, dan banyak nilai-nilai efisiensi kerja lainnya untuk peningkatan performa.

Geometri bentuk, ukuran, volume sebuah porting harus menjadi catatan harian utama bagi seorang engine tuner, hingga suatu saat nantinya menemukan sebuah bentuk porting yang pas bagi dirinya sendiri. Porting mesin pabrikan dibuat untuk kepuasan power pada putaran menengah, pemakaian bahan bakar yang ekonomis, kehandalan penggunaan mesin serta daya tahan untuk jangka waktu panjang selama dalam perawatan servis.

Performa ideal adalah usaha mendekati kesempurnaan mesin dalam menghasilkan tenaga sesuai dengan pemasukan dan bagaimana mesin mengolah bahan bakar tanpa kehilangan daya pada gesekan maupun koefisien lain. Jumlah Flow dalam mesin biasa diukur dengan satuan CFM, dan setiap ketinggian tertentu dari lift klep inlet akan menghasilkan rata-rata flow yang berbeda. Airflow yang meningkat menandakan perbaikan potensi tenaga yang sebenarnya mampu dihasilkan mesin. Panjang porting dan ukuran klep juga sangat mempengaruhi Flow. Payung klep dengan diameter relatif besar, batang klep kecil, cenderung berpotensi menghasilkan flow lebih baik dibandingkan klep dengan diameter payung kecil dan batang klep lebar, disamping hal ini akan menghasilkan gesekan yang lebih besar pula dikarenakan berat massa material klep itu sendiri serta beban dinamis bagi spring valve. Namun perlu diingat, ukuran diameter klep terbatas oleh luasan permukaan piston, piston kecil akan menghalangi klep besar untuk menghasilkan flow terbaik dikarenakan ada sisi yang terhalang.

Mungkin flow ideal tidak akan dapat tercapai namun hal ini menjadi semangat untuk menemukan bentuk porting yang paling efisien. Titik penting dari sebuah porting adalah dibawah seating klep, di samping area bos klep dimana banyak flow tertahan disana. Sudut seating klep yang membulat akan mampu membantu mengurangi kehilangan air flow. Area disekitaran payung klep pada ruang bakar harus dibuat serendah mungkin agar tidak menghalangi aliran udara yang akan menyebar ke dalam silinder, karena aliran udara harus berbelok 90 derajat untuk dapat keluar dari area port dan menembus klep.
Area penting pada porting

Area penting pada porting

Source of flow loss (%) Persentasi Kehilangan Flow

1. Gesekan di dinding port 4 %
2. Tegangan aliran di perut port 2 %
3. Lekukan di dekat bos klep 11 %
4. Sisi tersembunyi dibalik bos klep 4 %
5. Lekukan untuk keluar 12 %
6. Seating 25derajat 19 %
7. Seating 30 degrees 17 %
8. Ekspansi disekitar klep 31 %

Total 100 %

Pada jalur pemasukan cylinder head 4-Tak, bentuk porting ideal menurut mesin Flowbench adalah yang membulat tanpa hambatan untuk sanggup menggiring udara jatuh dengan sudut kelokan radius yang lembut melewati klep. Pada percobaan tersebut intake valve lift terbuka 10.6 mm, lebih dari ukuran standard yang membuka 7.0 mm. Maximum exhaust lift dicoba 9.71mm dari standardnya 7.0mm. Air flow di mesin sepenuhnya dikontrol oleh valve lift. Semakin jauh klep mampu dibuka, semakin besar Flow meningkat. Ketika klep terangkat 15 % dari lebar diameter payungnya maka flow dikontrol sepenuhnya oleh klep dan sudut seating klep. Saat klep terangkat tinggi, Flow akan memuncak dan akhirnya mencapai batas maksimum volume porting. Apapun di sekitaran klep yang menghalangi saat dia terangkat akan memberi hambatan berarti bagi flow. Jika volume porting mampu mengisi silinder saat klep terangkat jauh maka bukan tidak mungkin sebuah camshaft didesain untuk mengangkat klep bahkan hingga 37 % dari diameter klep. Tujuan semua ini adalah untuk membuat klep terbuka secepat mungkin dan bertahan lama di angkatan rendah dengan stabil, ini berguna untuk menambah suplai head flow. Extra flow diperoleh dari durasi pada area Flanks pada camshaft bukan pada Puncak Lift.

Downdraught Porting
 


Eksperiment menunjukkan maksimum flow justru terjadi pada angkatan klep setinggi 27 % dari diameter klep, karena kemampuan porting untuk melepaskan udara juga terbatas, jadi seberapa lama kita mampu menjaga klep terbuka di area itulah yang mampu meningkatkan potensial airflow untuk menghasilkan tenaga. Puncak lift yang tinggi membantu untuk memberi gelombang kejut aliran udara ke dalam silinder sehingga membentuk pulsa untuk hisapan selanjutnya. Saluran hisap lebih penting diperhatikan sebagaimana ruang bakar. Area pada radius 45 derajat dari klep saat berada di maximum lift harus terbebas dari halangan sejauh 65 % dari maximum lift. Area ini adalah area ekspansi pelepasan udara dari dalam porting menyusup keluar dari payung klep gelombang kompresi negatif menjadi tidak efektif apabila air flow masih terhalang dinding di sekitar klep.


Read more: http://infobalapliarjakarta.blogspot.com/2011/12/efek-dari-valve-lift-pada-efisiensi.html#ixzz1gA2ta0sN

MENGUKUR PERBANDINGAN KOMPRESI



Kenapa Kurva Pengapian dipengaruhi oleh jenis bahan bakar ?
- Besaran perbandingan kompresi ( Static Compression Ratio/SCR) sangat menentukan jenis bahan bakar yang akan digunakan agar tahan terhadap tekanan kompresi tinggi
- Semakin tinggi SCR, maka bahan bakar yang dipakai harus memiliki oktan yang lebih tinggi pula.
- Bahan bakar yang memiliki oktan lebih tinggi maka bahan bakar tersebut akan lebih sulit terbakar.
- Sulit terbakar artinya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk rambatan pembakaran pada ruang bakar.
- Sulit terbakar artinya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk rambatan pembakaran pada ruang bakar.
 Dengan rumus dasar :
 Perbandingan Kompresi (SCR) = volume ruang bakar / (volume ruang bakar + volume cylinder)
Langkah Mudah Menentukan Perbandingan Kompresi :
  1. Siapkan gelas ukur (buret) untuk mengukur volume (lihat gambar disamping).
  2. Buatlah mesin seperti pada posisi gambar di bawah


Mengukur Volume Ruang Bakar :
3. Letakkan posisi piston pada  titik mati atas (TMA)
4. Isi cairan bensin + oil kedalam ruang bakar melalui busi sampai batas lubang busi.
Hasil yang didapat = Volume Ruang Bakar (V1)
Mengukur Volume Total (Ruang Bakar + Cylinder) :
5. Setelah langkah 4,  langsung piston diletakkan pada posisi titik mati bawah (TMB)
6. Tambahkan isi cairan tadi sampai batas lubang busi .

Hasil yang didapat = Volume Total (Vtotal)
7. Hitunglah perbandingan kompresi menggunakan rumus dasar.
Contoh :
 Dari hasil pengukuran didapatkan hasil sebagai berikut :
 - Volume Ruang Bakar     =    9 cc    (langkah 4)
 - Volume Total     =    124 cc    (langkah 6)
 Maka, perbandingan kompresi  adalah :
 V1 : Vtotal    =    9 : 124
                    =    1 : 13.8      ( semua dibagi 9)
Hasilnya  : Perbandingan Kompresi = 1 : 13.8
Bahan bakar yang dipakai harus beroktan MON minimal 100 yaitu : Avgas


Read more: http://infobalapliarjakarta.blogspot.com/2011/11/teknik-mengukur-perbandingan-kompresi.html#ixzz1gA2XISDG

WASPADA CDI SHOGUN 110

Sampai sekarang, banyak yang masih latah menggunakan CDI Suzuki Shogun 110. Katanya bebas limiter dan paling simpel. Padahal tidak tahu alasan teknisnya. Kenapa?

Perlu diwapadai, asal pakai atau caplok itu bahaya. Walau bebas limiter, tapi pengapian bisa kelewat maju. Piston bisa bolong, karena piston sedang naik, bunga api meletik lebih awal. Akhirnya piston beradu dengan ledakan. Bisa pecah.

Misalkan CDI Shogun 110 dipasang di Honda Karisma. Ketika putaran menengah ke atas, timing pengapian mencapai 53 sebelum TMA. Sangat advance atau kelewat awal. Piston bisa bolong. 

Padahal, pengapian Shogun 110 standar, timing terbesar 29 sebelum TMA. Dipakai di Karisma sangat jauh majunya. Untuk itu harus tahu cara kerja dan modifikasinya supaya Karisma bisa pakai CDI Shogun dan aman.

Menurut Herianto, cara kerja CDI Shogun 110 masih analog. Sehingga sangat mudah seting timing pengapian secara mekanis. “Mekanik awam juga bisa melakukan,” jelas Herianto yang Technical Service CDI  BRT ini. 

Derajat timing pengapian bisa diatur lewat panjang pick up pulser. Tonjolan pick up pulser bisa dilihat di mangkuk magnet. Di Shogun panjangnya hanya 14 mm. Kalau Karisma 38 mm.

Ketika langsam sampai dengan putaran mesin mencapai 2.500 rpm, timing pengapian hanya 15 sebelum TMA.

Angka 15 didapat dari jarak ujung tonjolan belakang pick up sampai posisi pulser 15 mm atau 15. Lebih jelas lihat (Gbr. 1). Bisa mudah dibaca?

Pada putaran mesin lebih dari 2.500 rpm, timing pengapian akan bertambah. Yaitu 15° ditambah panjang pick up atau tonjoan Shogun yang 14 mm. Berarti timing jadi 15 + 14 = 29 derajat.

Bayangkan kalau dipasang di Karisma yang punya tonjolan pick up 38 mm. Jadinya timing pengapian 15° + 38° = 53° sebelum TMA. Sangat maju sekali dan harus dimodifikasi.  

Modifikasi tergantung kemauan dari mekanik. Misalkan timing pengapian masih tetap seperti Shogun 110. “Maka panjang tonjolan pick up di magnet Karisma harus dipotong,” saran Heri yang beken dipanggil Bombom itu. 

Bagian mana pick up yang dipotong? Agar tidak salah kaprah perhatikan arah putaran mesin. Nah, tonjolan yang dipotong atau diratakan bagian depan. Kalau dilihat bagian sebelah kiri. 

Untuk meratakan tonjolan pick up, bisa menggunakan gerinda. Panjang pemotongan bisa dihitung.  Panjang pick up Karisma dikurangi panjang pick up Shogun 110. Jadinya panjang yang dipotong 38-14 mm = 24 mm. 

 Pick up yang di potong bagian depan (kiri). Panjang pick up pulser. Dimodif sesuai derajat di mau. Tapi hanya untuk CDI Analog (kanan)
Dengan begitu, timing pangapian akan menjadi 15 + 14 = 29 derajat. Tapi, bagaimana jika pengapian kepingin lebih maju lagi. Seperti CDI racing misalnya jadi 32 mm. 

Sangat gampang sekali. Tinggal dikalkulasi dengan cara sederhana. Timing awal atau langsam 15°, agar jadi 32 tinggal ditambah dari panjang pick up. Jadinya panjang pick up harus dibuat menjadi 17 mm.

Jangan Terbalik
Sebenarnya sayang kalau motor yang baru kembali lagi menggunakan CDI Shogun. Itu bisa dibilang sama seperti kembali lagi ke zaman dulu. 

Untuk menghilangkan limiter, caranya bisa menggunakan CDI yang unlimiter atau racing. Karena sekarang sudah dijual murah. Bahkan lebih murah dari CDI Shogun standar.

Misalkan CDI Varro yang promosinya unlimiter. Walau kurva pengapian sama dengan standar namun tetap lebih maju dibanding CDI Shogun yang perubahan timingnya hanya sedikit.  

Yang dimaksud sedikit timingnya hanya 15 di rpm bawah dan 29 lewat dari langsam. Kurvanya akan begitu sampai rpm tinggi. Ini tidak menguntungkan, padahal di motor sekarang bisa berubah setiap 3.000 rpm

 Selain itu, juga bisa merusak magnet. Sebab pick up atau tonjolan di magnet harus digerus. Kalau dikembalikkan lagi ke versi standar jadi lebih susah. Tetap CDI racing lebih fleksibel karena bisa diprogram.

Kurva Sederhana
Pada CDI analog, memang susah dibikin beberapa step pengapian. Timingnya hanya terbatas untuk langsam dan putaran tinggi.  

Seperti CDI Shogun 110. Pada saat langsam, timing pengapian 15 sebelum TMA. Pada putaran menengah dan rpm tinggi stag di 29. Akan turun di rpm lebih dari 11.000.

Tidak seperti CDI digital yang banyak dipakai di motor sekarang. Timing pengapian bisa dibuat beberapa step. Bisa diprogram setiap 500 atau bahan 100 rpm bisa dibuat berubah.

Makanya CDI analog ditinggalkan oleh pabrikan motor sekarang.  Ciri CDI analog ini pada ukuran pick up pulser, sangat pendek. Seperti Suzuki Shogun 110 punya panjang pick up hanya 14 mm.

Berbeda dengan motor yang mengnut CDI sudah digital. Seperti Karisma panjang pick up 38 mm. Yamaha Jupiter-Z atau Mio 57,5 mm. Ini yang membuat bisa diprogram dalam banyak step.

Read more: http://infobalapliarjakarta.blogspot.com/2011/11/waspada-pakai-cdi-shogun.html#ixzz1gA2DFg3G

TOTAL LOS



Berat lempengan pengganti bisa diatur
Pengapian tanpa magnet atau biasa dibilang total loss. Di Indonesia, pertama muncul di awal tahun 2000-an. Waktu itu dikenalkan oleh Bobeng alias Sugiono dari Purwokerto. 

Ketika itu dianggap aneh. Karena motor yang menggunakan CDI umumnya masih sistem AC. Arus listrik buat CDI di suplai dari sepul yang masih AC walaupun dilewatkan kiprok terlebih dahulu.

Namun selanjutnya pangapian sistem CDI muncul di Suzuki Shogun 125, menggunakan arus DC. Sehingga arusnya bisa disuplai dari aki. “Meski sepul mati, mesin tetap hidup asalkan setrum aki masih cukup untuk CDI,” tegas Bobeng yang masih rajin melakukan berbagai riset.

Dari situ sebenarnya imbas magnet bisa tidak dipakai. “Apalagi kalau sudah menggunakan magnet bikin berat kerja mesin. Biar putaran enteng, bisa lepas magnet,” ujar Bobeng.

Lepas magnet sama saja disebut total loss. Namun untuk tahap satu, total loss bisa dilakukan hanya dengan melepas sepul dahulu. Di motor sekarang, itu bisa dilakukan di Yamaha Mio atau Jupiter.

Dilepasnya sepul magnet, bisa bikin putaran mesin ringan. “Karena tidak ada gaya tarik antara magnet dengan besi angker di gulungan sepul,” jelas pria kurus berkacamata ini lagi.

Namun masih banyak yang merasa kurang puas jika hanya melepas sepul. Akhirnya juga lepas lempengan besi berani di mangkuk magnet. Caranya cukup dicungkil dengan pahat baja dan palu. 

Lempengan magnet standar dilepas. Cara mudah total los
Teknik ini juga disebut dengan total loss walau masih menggunakan mangkuk standar. Dan jika dirasa masih kurang ringan, selanjutnya tinggal bubut lagi mangkuk magnetnya.

Tetapi, masih banyak yang sayang mengorbankan magnet standar. Karena harganya cukup mahal. “Untuk itu, bisa diganti dengan lempengan besi yang lebih tipis dan ringan,” lanjut Bobeng yang sekarang sudah di atas 50 tahun .

Besar lempengan pengganti magnet, paling gampang punya diameter seperti magnet asalnya. Sehingga CDI DC yang dipakai bisa pakai yang sesuai aslinya. Juga diikuti membuat tonjolan di lempengan besi itu untuk pick sensor. Atau biasa disebut sensor pulser.

Tinggi tonjolan 1,2 sampai 2 mm. Panjang tonjolan ini ukurannya mengikuti yang standar. Atau tergantung CDI yang mau dipakai. Misalkan Honda Karisma atau Supra X 125 punya panjang pick up pulser 38 mm.

Untuk motor Yamaha seperti Vega R, F1Z-R, Jupiter, Nouvo, Mio, Jupiter MX 135 dan New Mio ukuran pick up pulser sama. Yaitu 57, 55 mm. Yang beda hanya Yamaha Xeon, hanya 47,8 mm.

Sedangkan Suzuki punya panjang pick up pulser beda-beda. Seperti Shogun 125 ukurannya 30 mm. Sedangkan Satria F-150 yaitu 39 mm.

Penting dan perlu diperhatikan, posisi pick up pulser harus sama ketika dipasang. Tentu agar derajat atau timing pengapian sama ketika menggunakan magnet standar dan bandul buatan. 

Urusan pemasangan lempengan pengganti magnet kebanyakan mekanik memanfaatkan dudukan aslinya. Caranya, ya harus lepas paku kelingnya dulu. 

Kemudian dudukan magnet yang ada alur buat spi magnet itu disatukan dengan lempengan besi buatan. Diikat menggunakan paku keling lagi. Jangan lupa dibalance kembali biar tidak getar. 

Jarak pulser ke tonjolan 0,7 mm
CDI DC
Zaman sekarang, sudah enak bikin pengapian total loss. Sebab rata-rata CDI motor sekarang sudah menggunakan sistem DC. Tinggal pilih yang mana dan menyesuaikan panjal tonjolan atau pick pulsernya.

Bahkan banyak tersedia berbagai merek yang bisa diprogram. Sehingga lebih enak untuk berkreasi sesuai dengan setingan mesin.

Namun yang perlu diwaspadai menggunakan total loss bisa mengurangi torsi. Di putaran atas bisa hilang torsinya. Kalau didukung joki yang kelewat berat, torsinya jadi tidak terasa. Makanya lempengan besi pengganti magnet juga tidak bisa dibikin seringan mungkin. 

Paling penting lagi, kudu pas meletakkan posisi pulser. Tolerasni jarak dari tonjolan pick up sensor yaitu 0,7 mm. Jangan kelewat jauh atau terlalu dekat. Malah jadi kurang akurat

Read more: http://infobalapliarjakarta.blogspot.com/2011/11/bikin-pengapian-total-los.html#ixzz1gA1slqbo

DASAR MESIN


ISTILAH DASAR MESIN
1.    SIKLUS
Untuk menciptakan performa mesin, piston harus terus bergerak naik-turun, memasukkan campuran bahan-bakar dan udara, mengompresikannya, menerima ledakan dan mendorong gas sisa pembakaran dalam kehidupannya. Dalam setiap tahap itulah yang dinamakan siklus.
Mesin 4 langkah memerlukan 4 kali piston bergerak dari TMB – TMA ( 2 kali putaran kruk as ) sedangkan mesin 2 langkah hanya memerlukan separuh dari kinerja mesin 4 langkah.
SIKLUS MESIN 4 LANGKAH
2.    LANGKAH
Momentum piston bertranslasi dari TMB – TMA, gerak tunggal piston dinamakan langkah, atau lebih mudahnya adalah jarak antar titik henti piston dalam silinder diukur dalam satuan millimeter (mm)
STROKE UP
3.    TITIK MATI ATAS (TMA) TITIK MATI BAWAH (TMB)
Adalah titik henti piston, batas atas maupun batas bawah, TMA adalah poin dimana piston mulai bergerak ke bawah, TMB sebaliknya adalah titik piston mulai bergerak ke atas.
4.    BORE
Istilah untuk menyatakan besaran diameter dalam lubang silinder.
5.    CRANK ANGLE
Derajat kruk as yang dibentuk oleh garis sumbu dari engkol dan garis yang ditarik dari pen ke pusat engkol dengan koefisien pada TMA – TMB.
6.    DISPLACEMENT
Ketika piston bergerak dari atas (TMA) turun kebawah (TMB) ada isi yang dihisap oleh piston, Piston Displacement, disebut juga volume langkah dapat dihitung melalui rumus :
V
V = volume
= Konstanta 3,1416
r =  Separuh diameter bore
L = Panjang stroke (langkah)
N = Jumlah silinder
rasio kompresi
7.    VOLUME RUANG BAKAR
Isi ruang antara kepala silinder dan piston pada saat piston berada di TMA.
8.    VOLUME SILINDER
Adalah penjumlahan antara piston displacement ditambahkan volume ruang bakar.
9.    PERBANDINGAN KOMPRESI
Nilai yang ditunjukkan dari hasil pembagian volume silinder dengan volume ruang bakar. Dinyatakan dengan rumusan
RK = Volume Silinder / Volume ruang bakar
Perbandingan kompresi tinggi dimaksudkan untuk penggunaan mesin pada performa dan kecepatan tinggi, tetapi ada batasan-batasan tertentu pada perbandingan kompresi.
10.    KECEPATAN PISTON
Pergerakan piston dari TMA-TMB tentu memiliki kecepatan , tepat dititik TMA  – TMB kecepatan piston adalah nol dan tervepat di tengah-tengah langkah. Oleh karena itu kecepatan piston ditunjukkan oleh kecepatan rata-rata.
Speed = LN / 30
L = Panjang langkah
N = Putaran Mesin (RPM)
Piston SPEED
11.    KARAKTER MESIN
Dalam komposisi displacement mesin yang sama, tiap mesin memiliki karakter yang berbeda-beda, tergantung dari  besaran diameter piston dan panjang langkah.
-    Mesin OverBore …. Langkah lebih kecil daripada diameter piston.
-    Mesin Square… Langkah dan diameter piston sama.
-    Mesin OverStroke… Langkah lebih besar daripada diameter piston.
Dibanding dengan mesin langkah panjang dan square , mesin over bore lebih mudah untuk membuat kecepatan mesin dan tenaga yang dihasilkan bisa lebih besar. Jika kecepatan mesin rata, kecepatan piston dapat dibuat lebih rendah juga hambatan gesek dapat dikurangi. Desain mesin lebih kompak, pada mesin balap desain mesin ini lebih sering unggul. Oleh karenanya modifikasi BORE UP , atau memperbesar diameter piston lebih mudah menciptakan kecepatan dan tenaga dibandingkan STROKE UP.

PORTING PORTING


Telah berapa tulisan yang mengulas tentang cylinder head. Dan setiap kali ada berita di Majalah maupun tabloid mengapa yang dibahas selalu komponen di Cylinder Head. Kalo ngga Porting, ukuran diameter klep, lift dan durasi noken as, sudah. Mau bahas apalagi :
Karburator? Kemana ujungnya karburator… ya masuk ke silinder head lewat intake manifold. Masuk ke dalam inlet port menuju ruang bakar.
Mau bahas apa? Knalpot…? dari mana gas yang dibuang knalpot… ya dari exhaust port di silinder head.
Mau bahas apa lagi, hayo?? Piston!? Mau segede apa… sejenong apa? Rasio kompresi berapa? Kemana ujung piston menekan bahan-bakar teman-teman…?? Ya di ruang bakar pada cylinder head.
Oiya kelupaan, mau bahas CDI RACING boss.. Yang programable, ama koil racing dari Amerika yang jutaan… Itu kan gak di silinder head, hayoo?! AHA… apa sampeyan lali, kemana ujung arus listrik itu bermuara? Ke busi racing kalian toh… busi nancep dimana? Ya silinder head..
Sederhananya, sumber tenaga mesin motor itu cuma ada 3 : KOMPRESI – JENIS BAHAN BAKAR – KEKUATAN ARUS PENGAPIAN
Ketiga komponen ini bermuara kemana sih- RUANG BAKAR – di Kepala Silinder.
Terus Close Rasio gimana? Ya! CLose Ratio memang menentukan kemenangan juga, bagaimana motor kita meloncat jauh meninggalkan lawan saat start, atau saat ketinggalan tiba-tiba masuk gigi 3 wuuuzzzzz… nyamber dan nyalip ke depan bikin gondok yang udah merasa (mau) menang hehehhe… tapi sumber tenaga tetap bukan dari rasio yang dibuat rapat-rapat perbandingannya. Melainkan POWER : ledakan dari ruang bakar yang mendorong piston untuk melakukan langkah tenaga.
Kata buku manual mesin Flowbench (ini mesin terkenal bagi tim tim balap besar untuk mengembangkan porting di kepala silinder) : For every 1 CFM  of increase in intake flow, you’ll gain .43 horsepower.
atau dengan kata lain : Untuk tiap peningkatan aliran udara 1 kaki kubik tiap menit pada intake, maka peningkatan tenaga adalah sebesar 0.43 tenaga kuda. Bayangkan jika kita mampu menambah 10 CFM dari pada intake porting standard bawaan motor? Maka secara instan akan menambah 4.3 tenaga kuda. Lumayan?! Gak lumayan maning… MANTEB!
Caranya gimana terus jeh…? Ya ambil bor tuner: Lakukan PORTING Head Modification. Tapi gimana cara porting yang benar? bukan hanya menentukan luarnya saja?
Proses modifikasi pada saluran masuk dan buang pada mesin pembakaran bertujuan untuk meningkatkan KUALITAS dan KUANTITAS dari gas flow. Kepala silinder, oleh pabrikan, biasanya tidak optimal untuk memudahkan desain dan proses manufaktur. Porting kepala silinder adalah pekerjaan yang membutuhkan perhatian detail untuk membawa sebuah mesin kepada efisiensi mesin ke level yang lebih tinggi.  Porting menjadi lebih tinggi dari pada faktor lainnya , proses modifikasi porting memiliki tanggung jawab untuk keluaran tenaga yang lebih tinggi pada mesin modern.
Hebatnya, proses modifikasi lubang saluran masuk dan buang ini bisa diaplikasikan pada mesin standard pabrikan dan digunakan untuk aplikasi harian, maupun untuk mesin standard balap agar mampu mensuplai campuran udara/bahan-bakar pada putaran mesin tinggi. Porting lah yang mengatur apakah tenaga mesin digunakan agar mesin bisa enak dipakai ibu kita ke pasar, atau untuk om kita yang hobby motocross, atau adek kita yang hobby road race, atau kakak kita yang hobby drag race, lhah kita sendiri hobby nya apa dong…? Tentu saja, bikin mesin kencang

PORTING


PORT POLISHED HISTORY
Fokus porting pada Intake port bukan hanya pada membesarkan, tapi merapihkan bentuk dasar dengan luasan mengikuti 85 % diameter klep in sehingga bahan bakar tetap padat saat masuk ke dalam silinder, dan menggembungkan port di samping bos klep, area mangkok klep, bertujuan menjadikan campuran udara bahan bakar lebih homogen dan air flow tinggi. Sifat udara tidak menyukai lekukan yang terlalu tajam, karena itu kontur porting dibuat memiliki kelokan lembut, dari sini diharapkan terciptanya SWIRL masuk ke dalam silinder.
Exhaust port kita bentuk D-Shaped + Full high polished biar kerak gak gampang ngendap dan flow keluar jadi lebih lancar… Mangstaabb…
Pada sisi exhaust diperlukan penggeseran porting mengikuti kontur terdorongnya gas buang dari silinder menuju leher knalpot. Usahakan pertemuan antara lubang porting dengan lubang knalpot match, dan arah pembuangannya selaras. D-Shaped exhaust port dipercaya Graham Bell sebagai evolusi kontur porting yang paling efisien. Bisa dilihat pada porting motor BAJAJ PULSAR.
Polished diperlukan pada sisi ini agar kerak arang atau sisa karbon pembakaran tidak lekas menempel di area porting dan mengganggu flow.
—————————————————————————————————————————————–
Hi-Velocity for SIAMESED PORT
Hi-Velocity for SIAMESED PORT
Ini adalah cara tuning kepala silinder ala MOTOTUNE USA, yang dipelopori oleh pemikiran luar biasa Motoman. Penyempurnaan porting tidak selalu membesarkan lubang pemasukan campuran udara/bahan-bakar. Motoman melawan logika alat ukur FLOWBENCH yang biasa digunakan untuk mengembangkan sebuah geometri porting, dalam buku petunjuk Flowbench dikatakan setiap peningkatan CFM ( jumlah udara yang mengalir dalam setiap menit) maka akan terdapat peningkatan tenaga kuda. Yang logikanya : Jika kamu mau aliran air yang banyak maka besarkan saja ukuran selangnya, dan ada yang salah sepertinya dengan logika itu. :)
Oleh karenanya Motoman mengambil halauan “KIRI” , porting tidak lagi ia besarkan, justru ia modifikasi dengan menyempitkan Area porting hingga 30 %. Menurut penelitiannya ada beberapa area yang ternyata tidak terlewati oleh aliran udara, sehingga dirasa justru tidak efektif membesarkan porting. Dan dia mengkreasikan porting dengan cara sendiri.
—————————————————————————————————————————————–
Beda lagi dengan porting dengan geometri berbentuk persegi, kemungkinan cara membentuk porting yang sesuai adalah menghitung konfersi dari nilai luasan area porting ke dalam bentuk lingkaran, sehingga kita dapat mengukur luasan efisiensi porting yang ingin dikejar.
SP_A2060