Rabu, 23 November 2011

ekplorasi Timah Hitam (Pb) Di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat

Geologi daerah Tambangan, Jorong Petok, Nagari Panti, Kabupaten Pasaman mempunyai runtunan stratigrafi dari muda ke tua, yaitu : Alluvial berumur Kuarter, Satuan Batuan Filit (Formasi Kuantan) berumur Permokarbon serta Granit (Batholit Tandung Kumbang) berumur Permo Trias. Mineralisasi logam dijumpai berupa urat-urat halus larutan silika berukuran beberapa cm sampai 10 cm maupun penggantian pada batuan samping mengandung mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit dan kalkopirit dengan oksida besi sebagai pengotor dalam masadasar silika, yang kehadirannya sangat dipengaruhi oleh struktur, litologi pembawanya maupun faktor alam seperti erosi dan morfologi. Batuan intrusi granit dari Formasi Tadung Kumbang sebagai pembawa mineralisasi tersebar luas di daerah ini, sehingga kemungkinan sumber daya yang mmpunyai nilai ekonomis masih dapat diharapkan. Hal ini didukung oleh besarnya sebaran anomali chargeability batuan yang mengandung logam yang terukur dengan makin bertambahnya kedalaman. Potensi sumberdaya tereka logam Pb berdasarkan interpretasi geofisika diperkirakan sebanyak 7.389.038 ton.



Secara administratif, wilayah kegiatan eksplorasi terletak di Kampung Tambangan Jorong Petok, Nagari Panti Kabupaten Pasaman dan secara geografis wilayah ini terletak pada : 100° 05’ dan 100° 10’ Bujur Timur dan 0° 15’ dan 0° 21’ Lintang Utara dengan luas wilayah sekitar 104 km persegi (Gambar 1).

Daerah eksplorasi dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda 4 maupun kendaraan roda dua dari Lubuk Sikaping (ibukota Kabupaten Pasaman) – Petok – Kampung Baru Tambangan (lokasi eksplorasi) dengan jarak sekitar 30 km. 

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari data primer maupun data sekunder tentang potensi sumber daya mineral yang terdapat di daerah ini untuk melengkapi bank data yang telah dimiliki oleh Pusat Sumber Daya Geologi.

Tujuannya adalah untuk pembuatan Bank Data Sumber Daya Mineral Nasional dengan data terbaru dan akurat. Data tersebut dapat membantu untuk memudahkan pemerintah daerah setempat dalam rangka pengembangan wilayah guna menggali pendapatan asli daerah di bidang pertambangan.

Daerah Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang mempunyai sebaran endapan timah hitam (Pb) yang cukup potensial, baik yang telah diketahui potensinya maupun yang masih indikasi. Untuk mengetahui lebih jauh potensi dan indikasi tersebut sejak tahun 2005, Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan kegiatan inventarisasi endapan mineral logam di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, maka melalui DIPA tahun 2009 ini dilakukan kegiatan eksplorasi umum endapan timah hitam di daerah Kabupaten Pasaman.

GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN

Morfologi
Geomorfologi wilayah eksplorasi secara umum merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan pola aliran sungai paralel yang berarah tenggara – baratlaut (Gambar 4).

Sungai utama yang mengaliri daerah penyelidikan yaitu Batang Tambangan dengan anak-anak sungai yang bermuara ke Batang Tambangan. Geomorfologi daerah penyelidikan termasuk dalam satuan morfologi perbukitan bergelombang, daerah ini terletak pada ketinggian 250 s.d. 500 meter dpl dengan kemiringan lereng 20 – 40°.

Berdasarkan data-data yang diambil di lapangan, stratigrafi daerah penyelidikan dari yang muda ke yang tua adalah alluvial, metabatugamping, batutanduk, kuarsit, filit dan granit.

Alluvial
Satuan ini menempati sebagian kecil daerah penyelidikan, terendapkan pada daerah aliran Sungai Tambangan dan daerah limbah banjirnya berupa material lepas yang terdiri dari filit, granodiorit, granit, kuarsit dalam bentuk bongkah sampai pasir halus, satuan alluvial ini berumur Kuarter dan pengendapan masih berlangsung hingga saat ini 

Metabatugamping
Satuan ini tersingkap berupa lensa-lensa dalam batuan kuarsit, di bagian sebelah barat daerah penyelidikan, kontak dengan batuan granit dan menunjukkan indikasi adanya “skarn” dari hasil pengamatan PIMA. Dari hasil analisis petrografi pada beberapa conto batuan yang diambil untuk kontrol litologi di lapangan dapat diuraikan disini bahwa batuan sedimen-metasedimen yang ada di daerah ini berupa batugamping organik (PP.09/10/R) yang dalam fotomikrograf terlihat disusun oleh fragmen-fragmen fosil, kuarsa dan mineral opak di dalam masa dasar mikrokristalin karbonat, yang di dalam sayatan tipis batuan ini menunjukkan tekstur klastik, berbutir halus hingga berukuran 1 mm, kemas terbuka, terpilah buruk, menyudut tanggung - membundar, berongga/ sarang, terdiri dari fragmen–fragmen fosil di dalam masadasar mikrokristalin karbonat. 

Batutanduk (Hornsfel)
Satuan ini tersingkap di sebelah timur dan tenggara daerah penyelidikan, kontak dengan batuan terobosan granit, mineralisasi di daerah ini berupa pirit dan pirhotit. Batuan kuarsa-biotit-epidot Hornsfel (conto PP.09/08/R), yang diskripsi petrografinya di dalam sayatan tipis batuan ini bersifat holokristalin, menunjukkan tekstur granoblastik dan mosaik, berbutir halus hingga berukuran 0,25 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh mineral-mineral kuarsa, biotit, epidot dengan sedikit plagioklas. Tampak urat halus karbonat memotong massa batuan. Pada conto PP.09/14/RA batuan kuarsa-aktinolit-epidot hornsfel juga teridentifikasi dalam sayatan tipis batuan ini holokristalin, menunjukkan tekstur granoblastik dan mosaik, berbutir halus hingga berukuran 1 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh mineral-mineral kuarsa, aktinolit, epidot dengan sedikit plagioklas dan karbonat.

Kuarsit
Satuan ini tersingkap di bagian tengah utara dan tengah daerah penyelidikan kontak dengan batuan granit di Sungai Tambangan Sanik, membawa mineralisasi silisifikasi yang kuat menghasilkan urat-urat kuarsa halus. Batuan kuarsit (PP.09/15/R), yang dalam sayatan tipis batuan ini tampak holokristalin, menunjukkan tekstur granoblastik dan foliasi terutama pada mineral pipih, berbutir halus hingga berukuran 0,5 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh kuarsa dengan sedikit plagioklas, serisit dan mineral opak.

Satuan batuan filit
Satuan ini menempati sebagian besar wilayah penyelidikan, karena hampir seluruh wilayah eksplorasi batuan yang tersingkap merupakan batuan dari Formasi Kuantan (filit) yang telah mengalami proses diagenesa yang disebabkan oleh proses mineralisasi (pembentukan logam) ekonomis serta proses pelapukan pada batuan.

Granit
Satuan batuan ini tersingkap pada daerah-daerah lembah yang dijumpai pada wilayah penyelidikan atau bagian bawah dari Formasi Kuantan, granit ini tersingkap pada aliran sungai-sungai Tambangan pada daerah hulu dan pada aliran anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Tambangan. Hasil pengamatan petrografis, conto batuan intrusi granit (PP.09/12/R), menunjukkan sifat holokristalin, tekstur hipidiomorfik granular dan mikro pertit berbutir halus hingga berukuran 7 mm, bentuk anhedral – subhedral, dan disusun oleh mineral – mineral plagioklas, ortoklas, kuarsa, biotit dan hornblende, serta mineral – mineral sekunder, sedangkan mineral asesorinya adalah zirkon. Dari hasil analisis PIMA dijumpai indikasi mineralisasi “greissen”.

STRUKTUR GEOLOGI

Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan berupa sesar, antiklin dan sinklin. Gejala sesar sangat terlihat di Sungai Tambangan berupa pembelokan sungai yang sangat tajam dan jejak pada batuan filit dengan arah umum baratlaut – tenggara dan sesar-sesar minor yang memotong arah ini.

Pada batuan filit dan granodiorit yang tersingkap di permukaan sangat banyak dijumpai rekahan-rekahan akibat pengaruh sesar yang terjadi yang terisi oleh mineral-mineral alterasi.

Struktur yang berkembang pada wilayah eksplorasi sangat dikontrol oleh struktur sesar regional yang dikenal dengan Sesar Semangko.

Mineralisasi /Indikasi Bahan Gallian
Dari litologi yang dijumpai mulai dari aluvial, koluvium, metasedimen dan batuan terobosan yang terdiri dari granit dan granodiorit, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi pada kontak batuan sedimen dengan batuan terobosan yang ada terutama batuan intrusi granit. Mineralisasi pada batuan metasedimen Formasi Kuantan diperkirakan sebagai akibat kontak hidrothermal dengan intrusi batholit Tadung Kumbang. Mineralisasi tipe kontak hidrothermal biasanya banyak mengandung oksida-oksida dan atau sulfida-sulfida dari logam Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg dan Fe.

Bentuk cebakan hidrothermal sering mengikuti bentuk rongga/replacement. Bentuk urat dan impregnasi dapat digolongkan pada proses “cavity filling”. Pada cebakan yang mengisi rongga (cavity filling) bisa terjadi dua proses yaitu pembentukan rongga dan pengisian larutan oleh mineral.

Kontak hidrothermal antara batuan metasedimen Formasi Kuantan dengan intrusi batholit Tadung Kumbang dijumpai sepanjang anak air Tambangan Sanik mulai dari jalan desa sampai kurang lebih 60 meter ke arah hulu dengan lebar mencapai 40 meter. Mineralisasi dijumpai baik berupa urat-urat halus larutan silika berukuran beberapa cm sampai 10 cm maupun penggantian pada batuan samping. Kenampakan megaskopis batuan berwarna abu-abu terang, berbutir sedang sampai halus, agak kompak mengandung mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit dan kalkopirit dengan oksida besi sebagai pengotor dalam massa dasar silika.

Arah umum penyebaran logam dasar yang tersingkap di permukaan berkisar antara baratlaut – tenggara yang dikontrol oleh struktur patahan orde kedua dan seterusnya dari sesar besar Sumatera. 

Data lapangan yang didapat berupa conto batuan alterasi dan termineralisasi, terutama mineralisasi timah hitam (Pb) maupun mineralisasi logam lainnya yang dianalisis kimia unsur, yang dari hasil analisisnya terlihat ada beberapa conto yang memiliki kandungan unsur logam mulia dan logam dasar yang cukup tinggi, seperti pada conto batuan PP.09/01/R yang memiliki kandungan Pb 28,99% dan Zn 15,71%, Ag 360 ppm, Au 50 ppb dan Sb 180 ppm, conto batu nomor PP.09/02/R yang memiliki kandungan Pb 32,07%, Zn 7400 ppm, Ag 40 ppm, Au 140 ppm serta Sb 20 ppm, conto PP.09/04/R dengan kandungan unsur-unsur Cu 600 ppm, Pb 4839 ppm, Zn 7,56%, Ag 11 ppm, Au 14 ppb, serta Sb 2 ppm; conto PP.09/14/R dengan kandungan unsur Cu 583 ppm, Pb 6607 ppm, Zn 7,29%, Ag 21 ppm, Au 15 ppb; conto PP.09/16/R dengan kandungan Cu 209 ppm, Pb 8842 ppm, Zn 1,72%, Ag 46 ppm, Au 12 ppb, As 8 ppm dan Sb 40 ppm; conto batuan PP.09/11/R dengan kandungan unsur Cu 460 ppm, Pb 138 ppm, Zn 438 ppm, Ag 20 ppm, Au 53 ppb; conto batu PP.09/36/R dengan kandungan unsur Cu 697 ppm, Pb 5349 ppm, Zn 10,56%, Ag 8 ppm dan Au 4 ppb; conto batu nomor PP.09/33/R dengan kandungan unsur Cu 1267 ppm, Pb 3767 ppm, Zn 636 ppm, Ag 11 ppm dan Au 172 ppb; dan juga conto batuan nomor PP.09/26/F yang berupa conto bongkahan dengan kandungan unsur Cu 242 ppm, Pb 173 ppm, Zn 145 ppm, Ag 4 ppm serta Au 41 ppb; serta 3 conto aluran/“chanelling’ seperti conto nomor PP.09/29/CH1 dengan kandungan unsur Cu 233 ppm, Pb 7484 ppm, Zn 5228 ppm, Ag 26 ppm, Au 14 ppb serta As 12 ppm; conto nomor PP.09/30/CH2 dengan kandungan unsur Cu 717 ppm, Pb 8635 ppm, Zn 9,46%, Ag 30 ppm, Au 96 ppb, As 2 ppm serta Sb 22 ppm; serta conto nomor PP.09/31/CH3 dengan kandungan unsur Cu 180 ppm, Pb 2,27%, Zn 6917%, Ag 4 ppm dan Au 13 ppb, yang ketiga conto ini diambil pada satu singkapan bijih galena yang berlokasi di pinggir jalan daerah Kampung Tongah, Petok, dengan interval/selang pemercontoan alur 1 m ke kiri dan ke kanan dan panjang alur sekitar 1,5 m – 2,5 m dari bagian atas ke bawah.

Dari beberapa conto batuan yang dianalisis mineragrafi, teramati mineral-mineral logam pirit, kalkopirit, kalkosit, sfalerit , kalkopirit, galena. 

Hasil analisis PIMA beberapa conto batuan menunjukkan jenis alterasi yang berbeda, tetapi umumnya didominasi oleh propilitik (PP.0904R, PP.0905R, PP.0917F, PP.0918R, PP.0923F, PP.0925F, PP.0929CH1, PP.0929CH3, PP.0936R) yang dicirikan oleh mineral-mineral khlorit, epidot, monmorilonit, ilit dan kalsit. Beberapa conto memperlihatkan jenis ubahan yang menarik yaitu skarn (PP.0907R) dan greissen (PP.0920F), meskipun tingkat kesalahan interpretasi jenis mineralnya cukup tinggi, yaitu 1992 untuk turmalin.

Dari litologi yang dijumpai di lapangan mulai dari endapan aluvium sungai, batuan metasedimen serta batuan terobosan granit, serta pengamatan secara kasat mata dengan memakai loupe, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi pada kontak batuan metasedimen dengan batuan terobosan yang ada terutama batuan intrusi granit. Mineralisasi pada batuan metasedimen Formasi Kuantan diperkirakan sebagai akibat kontak hidrothermal dengan intrusi batholit Tadung Kumbang. Mineralisasi tipe ini biasanya banyak mengandung oksida-oksida dan atau sulfida-sulfida dari logam Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg dan Fe.

Dari asosiasi mineral-mineral yang ditemukan di daerah ini dapat dijelaskan bahwa mineralisasi di daerah ini, bertipe epitermal “low sulfidation” (Buchanan), yang merupakan zona mineralisasi bagian bawah, dan tidak ada kaitannya dengan adanya/hadirnya logam mulia yang berada di zona mineralisasi bagian atas (di daerah ini mungkin telah mengalami proses erosi/juga oleh kondisi morfologi yang cukup terjal hingga zona yang berisi logam dasar disini bisa tersingkap), yang dicirikan oleh bau gas belerang yang kuat di dekat singkapan bijih galena.

Untuk mencari pola atau sebaran dari zona mineralisasinya yang diperlukan di dalam mendukung kualitas dan kuantitas bijih serta untuk menghitung besarnya perkiraan sumber daya bijih digunakan data hasil penyelidikan geofisika polarisasi terinduksi (IP) yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan ini

Nilai anomali chargeability di daerah penyelidikan ini berkisar antara 0.0 – 210 mV/V dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok anomali (anomali < 10 mV/V tidak digambarkan disini/~ warna putih) yaitu:
a)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai lebih kecil dari 10 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang bukan daerah mineralisasi atau tidak mengandung mineral logam.

b)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai 10 – 25 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang merupakan daerah mineralisasi (mengandung) mineral logam.

c)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai 25 – 50 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang mengandung mineral logam yang cukup besar secara kuantitas.

d)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai > 50 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi dari batuan bawah permukaan yang mengandung paling besar kandungan mineral logam secara kuantitas. 

Berdasarkan analisis hasil pengamatan IP (chargeability) yang dikompilasikan dengan hasil penyelidikan geologi permukaan, dapat diinterpretasikan, bahwa daerah yang dianggap prospek untuk ditindaklanjuti adalah di sekitar bagian tengah dan bagian sebelah barat daerah penyelidikan, atau lebih khusus lagi pada daerah dengan batuan granit (Peta Geologi-Lampiran 2), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10. Harga chargeability yang tinggi ini dapat juga diartikan bahwa cebakan tersebut mengandung logam yang relatif banyak. Daerah tersebut ditafsirkan merupakan daerah batuan bawah permukaan yang mengandung mineral logam bila nilai chageability pada daerah tersebut lebih besar dari 10 mV/V, sehingga dianggap merupakan daerah yang kaya akan mineral logam, dengan kata lain sebagai daerah yang prospek untuk ditindaklanjuti. 

Pemanfaatan bahan galian logam tidak terlepas dari kualitas, kuantitas dan aksesibilitas serta faktor lain seperti kondisi lingkungan. Hal ini menjadi perhatian penting apabila bahan galian tersebut nantinya akan dieksploitasi. Selain itu kendala dari pemanfaatan bahan galian ini adalah masih banyaknya penambangan yang dilakukan tidak berwawasan lingkungan, sehingga tidak memperdulikan keselamatan penambang sendiri dan faktor kelestarian wilayah.

Timah hitam sebagai salah satu komoditi jenis logam keberadaannya sangat diperlukan terutama sebagai bahan baku pencampur bahan bakar, amunisi, pembungkus kabel, solder, lempengan baterai dan lain-lain yang pada tahun-tahun terakhir ini permintaannya meningkat secara tajam di pasaran internasional, untuk itu perlu digalakkan kegiatan eksplorasi lebih lanjut sebagai upaya untuk mendapatkan cebakan baru.

Berdasarkan pemetaan geologi permukaan dan didukung oleh data dari pemercotnoan batuan termineralisasi logam dasar, pengukuran induksi polarisasi, maka keterdapatan bahan galian logam di daerah penyelidikan ini tersebar pada intrusi granit Formasi Tadung Kumbang yang menerobos batuan metasedimen dari Formasi Sihapas seluas ± 2.138.032 m2. Dengan mengambil asumsi tebal lapisan limapuluh (50) meter (dari hasil pendugaan polarisasi induksi), maka diperoleh volume endapan batuan yang mengandung logam dasar/bijih adalah 106.901.600 m3. Jika kekayaan logam dasar rata-rata 2,5693% (rata-rata data hasil analisis Pb dalam batuan) dan berat jenisnya 2,7 maka perkiraan sumberdaya tereka logam Pb di daerah penyelidikan ini adalah 7.389.038 ton .
Dari hasil pekerjaan lapangan yang dilakukan pada wilayah eksplorasi yang berlokasi di daerah Tambangan, Jorong Petok, Nagari Panti, Kabupaten Pasaman dan hasil hasil analisis laboratorium dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.    Geologi daerah penyelidikan, berdasarkan data-data yang diambil di lapangan dengan runtunan stratigrafi dari muda ke tua, yaitu : Alluvial berumur Kuarter, Satuan Batuan Filit (Formasi Kuantan) berumur Permokarbon serta Granit (Batholit Tandung Kumbang) berumur Permo Trias.

2.    Mineralisasi logam dijumpai berupa urat-urat halus larutan silika berukuran beberapa cm sampai 10 cm maupun penggantian pada batuan samping mengandung mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit dan kalkopirit dengan oksida besi sebagai pengotor dalam masadasar silika, yang kehadirannya sangat dipengaruhi oleh struktur, litologi pembawanya maupun faktor alam seperti erosi. Beberapa conto batuan menunjukkan kandungan Pb 28,99% dan Zn 15,71%,

3.    Walaupun mineralisasi yang tersingkap terbatas, tapi mengingat sebaran batuan intrusi granit dari Formasi Tadung Kumbang sebagai pembawanya masih banyak di daerah ini, maka besar kemungkinan sumberdaya yang punya nilai ekonomis diharapkan masih dapat diperoleh, mengingat besarnya sebaran anomali chargeability batuan yang mengandung logam yang terukur dengan makin bertambahnya kedalaman.
4.    Potensi sumberdaya tereka logam Pb berdasarkan interpretasi geofisika diperkirakan sebanyak 7.389.038 ton.

Untuk itu perlu dilakukan pemboran uji geologi untuk mengetahui kebenaran potensi sumberdaya yang diperkirakan. Satu kendala yang perlu diperhitungkan jika ingin melakukan eksploitasi di daerah ini adalah tumpang tindih lahan, terkait dengan luasnya areal hutan lindung yang ada.

POTENSI DAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA.
Wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan atau benturan tiga lempeng tektonik yaitu Eurasia , Hindia-Australia dan Pasifik. Benturan tersebut sudah terjadi sejak jutaan tahun yang lalu, yang mengakibatkan adanya pergerakan pulau dan struktur batuan yang beragam. Berbagai jenis dan umur batuan batuan yang bervariasi membuat wilayah Indonesia kaya dengan sumberdaya mineral baik logam, non logam dan energi. Jenis mineral logam seperti emas, tembaga, perak, besi, kromit, timah, dsb. Jenis mineral non logam seperti belerang, batugamping, gambut, dsb. Jenis energi yang banyak tersedia di wilayah Indonesia diantaranya minyak, gas, batubara, dsb. Selain potensi sumberdaya yang cukup banyak tersedia, wilayah Indonesia juga merupakan zona-zona sesar, patahan dan deretan gunung api aktif yang memanjang dari ujung Sumatera sampai ke Maluku.
Potensi tersebut diantaranya:
1.      SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI LEPAS PANTAI adalah material anorganik homogen yang terjadi secara alamiah serta mempunyai struktur atom dan komposisi kimia tertentu. Mineral dapat dibedakan menurut karakteristiknya, yaitu berdasarkan : warna, goresan, transparansi, kekerasan, struktur kristal dan tampilan yang terletak di lepas pantai laut indonesia. Beberapa sifat keterdapatan endapan mineral, diantaranya : terdapat dalam jumlah terbatas dan tidak merata di kulit bumi, baik dari segi mutu (kualitas) maupun jumlah (kuantitas). Oleh karena itu eksplorasi mineral (logam) merupakan kegiatan bersifat padat modal, berisiko tinggi dan saat ini semakin banyak memakai teknologi tinggi (yang sudah tentu relatif memerlukan biaya yang lebih tinggi).

Mineral adalah material anorganik homogen yang terjadi secara alamiah serta mempunyai struktur atom dan komposisi kimia tertentu. Mineral dapat dibedakan menurut karakteristiknya, yaitu berdasarkan : warna, goresan, transparansi, kekerasan, struktur kristal dan tampilan.
   Sebagian besar mineral merupakan gabungan beberapa unsur kimia, sebagai contoh mineral Pyrite, yang disusun oleh 2 unsur yaitu unsur besi (Fe) dan sulfur (S). Hanya sedikit sekali mineral yang disusun oleh hanya satu unsur. Contoh mineral yang disusun oleh hanya satu unsur adalah emas (Au), perak (Ag) dan tembaga (Cu). Batuan adalah kumpulan beberapa mineral. Contoh, batuan Granit yang terdiri dari mineral kuarsa, feldsfar, mika dan amphibole dengan rasio kimia yang bervariasi. Dari ribuan jenis mineral yang ada, hanya sekitar 100 jenis mineral yang merupakan komponen utama penyusun batuan.
   Beberapa sifat keterdapatan endapan mineral, diantaranya : terdapat dalam jumlah terbatas dan tidak merata di kulit bumi, baik dari segi mutu (kualitas) maupun jumlah (kuantitas). Oleh karena itu eksplorasi mineral (logam) merupakan kegiatan bersifat padat modal, berisiko tinggi dan saat ini semakin banyak memakai teknologi tinggi (yang sudah tentu relatif memerlukan biaya yang lebih tin Pembentukan Mineral
 Mineral  termasuk sumberdaya alam yang tidak bisa diperbaharui serta terbentuk melalui proses geologi yang panjang. Ketika mineral habis, maka tidak ada penggantinya. Karena itu pemanfaatan mineral harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Magma adalah sumber dari berbagai jenis batuan dan mineral. Magma berasal dari mantel bumi atau dari batuan kerak bumi yg meleleh karena mendapat temperatur dan tekanan tinggi. Magma yang cair dan kental mengandung berbagai unsur kimia yang berasal dari mantel bumi ataupun dari batuan kerak bumi yang meleleh kembali akibat tekanan dan temperatur yang tinggi pada kedalaman tertentu. Karena sifatnya yang cair dan tempatnya yang dalam dengan tekanan dan temperatur tinggi, maka magma cenderung  mengalir naik kepermukaan bumi melalui bagian-bagian bumi yang lemah, misalnya retakan. Atau jika tekanannya cukup, maka magma dapat pula menerobos batuan lain di atasnya. Dalam perjalanannya ke permukaan bumi inilah magma berinteraksi dengan batuan lain yang telah ada, sehingga membentuk berbagai mineral yang berharga bagi manusia.
Mineral dapat terbentuk melalui beberapa proses, seperti: magmatik, sedimentasi, metamorfik, dan hidrotermal. Proses magmatik adalah  ketika mineral terbentuk karena pembekuan magma. Proses sedimentasi (pengendapan) adalah pembentukan mineral sebagai akibat pelapukan atau erosi yang terjadi pada batuan induknya. Proses metamorphic adalah pembentukan mineral pada batuan induk yang mengalami perubahan suhu maupun tekanan. Adapun proses hydrothermal adalah pembentukan mineral melalui proses kimia yang terjadi dari interaksi antara batuan dengan aliran air panas di dalam bumi.

Mineral termasuk sumberdaya alam yang tidak bisa diperbaharui serta terbentuk melalui proses geologi yang panjang. Ketika mineral habis, maka tidak ada penggantinya. Karena itu pemanfaatan mineral harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Magma adalah sumber dari berbagai jenis batuan dan mineral. Magma berasal dari mantel bumi atau dari batuan kerak bumi yg meleleh karena mendapat temperatur dan tekanan tinggi. Magma yang cair dan kental mengandung berbagai unsur kimia yang berasal dari mantel bumi ataupun dari batuan kerak bumi yang meleleh kembali akibat tekanan dan temperatur yang tinggi pada kedalaman tertentu. Karena sifatnya yang cair dan tempatnya yang dalam dengan tekanan dan temperatur tinggi, maka magma cenderung mengalir naik kepermukaan bumi melalui bagian-bagian bumi yang lemah, misalnya retakan. Atau jika tekanannya cukup, maka magma dapat pula menerobos batuan lain di atasnya. Dalam perjalanannya ke permukaan bumi inilah magma berinteraksi dengan batuan lain yang telah ada, sehingga membentuk berbagai mineral yang berharga bagi manusia.

2.      Sumberdaya Pesisir dan Laut di Indonesia.
Wilayah NKRI tersususn dari ribuan pulau yang disatukan oleh laut. Laut bukan saja menjadi jalur transportasi dari satu pulau ke pulau lain atau satu negara ke negara lain tetapi laut juga menjadi tempat tersedianya sumberdaya. Beberapa jenis sumberdaya seperti ikan, mineral, minyak dan gas tersedia melimpah di laut yang ada di wilayah Indonesia Sumber daya ikan laut di Indonesia pada dasarnya dikelompokkan berdasarkan taksonomi , yaitu ikan (pisces) dan non ikan (Moluska, Krustasea, Holoturaeda, Reptilia dan Mamalia). Kelompok ikan dibagi lagi berdasarkan habitat menjadi ikan Pelagis, yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada dikolom air terutama dekat permukaan.
3.      SUMBERDAYA PANAS BUMI
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung didalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya, yang secara genetik semuanya berupa suatu sistem panas bumi yang tidak dapat dipisahkan dann untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. Panas bumi dikenal sebagai sumber daya geologi yang digunakan sebagai sumber energi yang ramah lingkungan. Tidak seperti mineral dan batubara, panas bumi termasuk sumberdaya geologi yang dapat diperbaharui. Artinya sumberdaya panas bumi tidak akan pernah habis, karena proses pembentukannya berhubungan dengan proses alam yang terjadi berkesinambungan dan terus menerus. Panas bumi berasal dari kata ”geo” yang berarti bumi dan ”thermal” yang berarti panas. Secara umum panas bumi adalah sumber energi yang berasal dari panas alamiah dari dalam bumi. Bumi terdiri dari empat lapisan utama, yaitu kerak bumi (crust), mantle, outer core dan ineer core (Gambar 1), dimana masing-masing memiliki komposisi, fungsi dan temperatur yang berbeda. Temperatur yang mencapai 150 – 3700C dapat membuat mantle mancair dan menjadi magma. Magma dapat mecapai kerak bumi akibat tekanan dan convention current. Gradient geothermal menunjukan besarnya kenaikan temperatur terhadap kedalaman pada lapisan kerak bumi. Gradien goethermal rata-rata adalah 2.5 – 30C / 100m, namun keadaan tersebut akan berbeda bagi daerah yang mengandung potensi energi panas bumi. Pembentukan Sistem Panas Bumi di Indonesia Secara geologi, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng-lempeng dunia. Posisi ini menjadikan Indonesia unik tatanan geologinya sehingga kaya akan potensi sumberdaya geologi termasuk potensi panas bumi. Penunjaman yang terjadi antara Lempeng Asia – Lempeng Hindia Australia serta antara Lempeng Asia – Lempeng Pasifik menjadikan terbentuknya suatu aliran panas yang besar dibawah permukaan sebagai sumber panas yang besar yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan dan temperatur dan membentuk suatu arus panas yang merambat secara konduksi pada batuan dan merambat secara konveksi melalui fluida ke permukaan. Di Indonesia, daerah magmatik dan vuklkanik terbentang sepanjang pantai barat Sumatera hingga selatan Jawa, terus memanjang sampai daerah Bali, dan Nusa Tenggara lalu berbelok ke utara ke arah Sulawesi dan Philiphina. Keberadaan busur vulkanik menjadi landasan akan besarnya potensi panas bumi di Indonesia. Munculnya jajaran gunung api di sepanjang jalan vulkanik di Indonesia dikarenakan pembentukan daerah magmatisma hasil penunjaman lempeng seperti di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Sulawesi yang merupakan daerah panas bumi yang berasosiasi dengan daerah gunungapi. Walaupun didaerah Sulawesi potensi panas bumi terkadang berasosiasi dengan munculnya tubuh-tubuh batuan plutonik sebagai sumber panas. Dalam pembentukan suatu sistem panas bumi diperlukan suatu sumber panas, reservoir dan fluida yang memenuhi kriteria geologi, hidrogeologi dan heat transfer yang cukup, terkonsentrasi untuk membentuk suatu energi. Sumber panas yang dimaksud adalah massa panas yang akan berinteraksi dengan sistem air tanah bawah permukaan yang terperangkap dalam zona reservior yang permeabel. Sumber panas pada umumnya berupa sisa magma atau tubuh plutonik batuan seperti batholit. Sedangkan reservoir panas bumi merupakan wadah dibawah permukaan yang bersifat sarang dan berdaya lulus terhadap fluida, dapat menyimpan fluida panas serta mempunyai temperatur dan tekanan dari sistem panas bumi. Batuan vulkanik bisa berfungsi sebagai reservoir panas bumi. Interaksi antara sumber panas dengan batuan sekitar membentuk arus konduksi, sedangkan panas yang merambat melalui fluida bawah permukaan membentuk transfer panas berupa arus konveksi. Gaya gravitasi pada fluida mempengaruhi fluida yang dingin untuk bergerak ke bawah dan mengalami kontak dengan sumber panas atau batuan penghantar panas sehingga berubah menjadi fluida panas yang memiliki masa yang lebih ringan, yang mengakibatkan naiknya fluida panas tersebut (larutan hidrotermal) ke permukaan dan merubah komposisi batuan sekitar yang dilewatinya sehingga muncul sebagai manifestasi panas bumi di permukaan setelah melewati batuan penudung. Batuan penudung (clay cap) ini berfungsi sebagai lapisan impermeable yang menahan fluida panas untuk bergerak ke permukaan. Biasanya berupa lapisan lempung atau batuan lain yang pejal yang sulit untuk meloloskan air. Munculnya manifestasi panas bumi ke permukaan dipengaruhi oleh kegiatan tektonik atau struktur geologii di daerah tersebut.










POTENSI LAHAN GAMBUT UNTUK LISTRIK.
Potensi lahan gambut di Indonesia sangat menjanjikan. Ke-empat terbesar di dunia setelah Kanada, Rusia dan Amerika Serikat. Hampir sepertiganya bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi

Gambut mulai dilirik sebagai sumber energi. Adalah PT Sebukit Power yang mulai berancang-ancang membangun proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan dasar gambut dengan kapasitas 3x67 megawatt (MW). Lokasi PLTU gambut tersebut akan dibangun di Mempawah, Kalimantan Barat. Rencananya paling lambat September 2009 proyek akan bergerak.
Head of Agreement (HoA) antara Sebukit dan Direksi PT. PLN selaku pembeli sudah dilakukan pada September 2008 lalu. Biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan PLTU tersebut membutuhkan dana sekitar US$ 400 juta atau sekitar Rp. 3,77 triliun.

Pihak Sebukit mengungkapkan, PLTU tersebut akan dibangun tiga unit. Unit pertama diharapkan selesai pada 2011. Kemudian unit kedua direncanakan akan dibangun 2012 dan unit ketiga pada 2013.

Untuk PLTU gambut yang akan dibangun tersebut, menggunakan teknologi berasal dari Finlandia. Sementara Korean Electrical Power Corporation akan menjadi operator proyek tersebut. PLN rencananya membeli listrik dari PLTU tersebut pada harga US$ 4,78 per kilowatthour dengan kontrak selama 30 tahun.

Menurut ahli gambut dari Finlandia, gambut yang ada di Kalimantan Barat, sangat cocok dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Rencananya, lahan yang dipakai untuk PLTU gambut seluas 19.500 hektare. Pakar dari Finlandia sengaja disewa karena Finlandia termasuk negara yang sudah lama memnafaat gambut sebagai sumber energi baik untuk pembangkit listrik maupun pemanas pengganti batubara,.

Potensi Gambut Indonesia

Meski Indonesia masuk nomor 4 dunia, daerah berpotensi gambut, namun awalnya, para pakar dari Eropa, justru mengungkapkan bahwa gambut tidak akan ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia, karena temperaturnya yang tinggi, sehingga bahan organis dari tumbuhan akan cepat terdekomposisi oleh jasad renik dan tidak terlonggok di daerah beriklim panas.

Namun dugaan para pakar dari ranah Eropa tersebut ternyata tidak berlaku untuk Indonesia. Bernelot Moens dan Van Vlaardingen pada tahun 1865 , menemukan gambut di Karesidenan Besuki dan Rembang. Tahun 1895, dari hasil ekspedisi Yzerman di Sumatra, ditemukan gambut di daerah Siak.

Bahkan jauh sebelum itu, John Anderson pada tahun 1794, mengatakan di Riau terdapat gambut. Hasil kedua temuan di atas diperkuat lagi dengan pernyataan Potonie dan Kooders, di tahun 1909, yang mengatakan bahwa di Indonesia, ditemukan lahan gambut di berbagai daerah.

Istilah gambut sendiri, berbeda di setiap negara, termasuk juga di Indonesia. Di negeri Kanguru, Australia, dipakai istilah Moorpeat, kemudian di Kanada dipakai istilah Organic Soil. Soil Hydromorphes, merupakan istilah yang dipakai di Perancis, sementara di Jerman menggunakan istilah Moorboden. Di Amerika menggunakan istilah Histosol, kemudian Bog Soil dipakai di USSR.

Negeri Jiran, Malaysia menggunakan istilah Tanah Gelam. Bangsa Belanda memakai nama Veen atau Venuge Grond, di tanah Ratu Elisabeth Inggris mereka memakai sitilah Peat atau Peaty Soils. Di Indonesia sendiri ada beberapa nama yang dipakai untuk gambut, ada tanah organik, tanah rawang, tanah danau dan tanah gambut.

Gambut terbentuk karena pengaruh iklim terutama curah hujan yang merata sepanjang tahun dan topografi yang tidak merata sehingga terbentuk daerah-daerah cekungan. Pada daerah cekungan dengan genangan air terdapat longgokan bahan organik.

Hal ini disebabkan suasana yang langka oksigen menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga proses hancurnya jaringan tanaman berlangsung lebih lambat daripada proses tertimbunnya. Dengan demikian terbentuklah gambut.

Dengan demikian gambut terdiri dari tumpukan bahan organik yang belum terdekomposisi (tidak terdekomposisi dengan baik), yang memerangkap dan menyerap karbon di dalamnya dan membentuk lahan dengan profil yang disusun oleh bahan organik dengan ketebalan mencapai lebih dari 20 meter.

Tanaman-tanaman yang tumbuh di atas gambut membentuk ekosistem hutan rawa gambut yang mampu menyerap karbondioksida dari atmosfer untuk berfotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut.

Berdasarkan tempat tumbuhnya, gambut dibedakan dalam tiga jenis.Yaitu gambut Paya, gambut Rawa dan gambut Bog. Sementara berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan dalam empat jenis. Gambut Seratan, gambut Lembaran, gambut Hemik dan gambut Saprik.

Gambut memiliki kakateristik yang tidak dimiliki oleh jenis tanah alin. Sifat fisik yang dimiliki adalah mampu menyerap air yang sangat tinggi. Sebaliknya apabila dalam kondisi yang kering (kering berkelanjutan), gambut sangat ringan dengan berat volume yang sangat rendah (0,1-0,2 g/cm3) dan mempunyai sifat hidrofobik (sulit) menyerap air dan akan mengambang apabila terkena air. Pada kondisi demikian gambut dapat mengalami amblesan (subsidensi) dan mudah terbakar.

Sedangkan beradasrkan sifat kimianya, gambut sangat tergantung pada jenis tumbuhan yang membentuk gambut. Baik itu keadaan tanah dasarnya, maupun pengauh luar, seperti endapan sungai/banjir, endapan vulkanis) dan sebagainya. Ada dua kriteria utama yang mempengaruhi sifat kimia gambut yaitu sifat dan asal tanaman yang terombak dan kemudian tingkat dekomposisi.

Gambut merupakan sumber daya energi tak terbarukan (non renewable energy). Hal ini dinyatakan dalam Resolusi PBB No. 33/148 tanggal 20 Desember 1978 (United Nations Conference on New and Renewable Sources of Energy, 33rd Session), begitu juga dalam Memorandum for the Establishment of an International Renewable Energy Agency (IRENA).

Sementara pemerintah Indonesia, melalui Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, sejak tahun 1983, telah melakukan penyelidikan endapan gambut dimulai dari tahapan survai tinjau sampai dengan eksplorasi umum dengan menggunakan bor inti.

Penyelidikan ini dilaksanakan untuk memperoleh data dan infomasi mengenai kualitas, kuantitas dan sebaran endapan gambut baik lateral maupun vertikal di Indonesia.

Dari hasil penyelidikan pendahuluan yang dilakukan oleh DESDM sejak 1983-2006, bahwa lahan gambut yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi,- dengan ketebalan lebih dari 2 meter-, sebesar 7,855 juta hektar atau sekitar 30% dari total lahan gambut Indonesia.

Luas sebaran potensi gambut untuk sumber energi terdapat di Sumatera (NAD, Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan) sebesar 4,748 juta hektar sedangkan di Kalimantan (Kalbar, Kalteng dan Kaltim) mencapai sekitar 3,107 juta hektar.

Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa kandungan kalori gambut berkisar antara 4000-5500 kalori/gram dengan tebal maksimum berkisar antara 5-13 meter. Kandungan abu berkisar antara 2,13-4,19 persen, sedangkan kandungan sulfur berkisar antara 0,27-0,63 persen.

Karena dianggap vital, Menteri Pertambangan dan Energi No. 200 K/20/M.PE/1986, kemudian diperbaharui dengan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 507 K/20/M.PE/1989, menetapkan gambut sebagai Bahan Galian Golongan Vital (B) dan pengusahaannya diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan Kuasa Pertambangan.

Dengan adanya SK Menteri tersebut, posisi gambut disejajarkan dengan bahan galian pada beberapa jenis mineral logam seperti besi, bauksit, emas, tembaga dan sebagainya. Namun dalam perjalanananya, gambut sempat terhadang oleh Keppres NO. 32 tahun 1990, tentang pengolahan kawasan hutan lindung yang mengatakan gambut masuk dalam kategori kawasan lindung. Dengan demikian, gambut tidak boleh diekploitasi atau ditambang.

Karena adanya Keppres nomor 32 tahun 1990 tersebut, pemanfaatan lahan gambut sebagai sumber energi belum dapat dilaksanakan. Namun seharusnya dengan makin majunya teknologi ekplorasi dan eksploitasi sumber energi maka berbagai dampak terhadap lingkungan dapat dikurangi dan lahan bekas tambang dapat direklamasi dengan baik dan benar sehingga fungsi-fungsi lingkungan dapat dikembalikan semaksimal mungkin.

Untuk mengoptimalkan manfaat gambut bagi pembangunan nasional, perlu kerjasama yang sinergis dan terpadu antar berbagai sektor terkait dalam pengelolaan lahan gambut. Perlu dilakukan pengelolaan dalam pemanfaatan lahan gambut. Misalkan, untuk lahan gambut dengan ketebalan kurang dari 1 meter dapat digunakan untuk lahan pertanian dan pemukiman.

Sementara untuk lahan gambut yang memiliki ketebalan antara 1 hingga 2 meter, dapat dipakai untuk perkebunana tanaman keras. Dan yang memiliki ketabalan lebih dari 2 meter dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya energi dan bahan baku industri.

Pada 1996 pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan “Mega Rice Projectâ€
 atau Proyek gambut sejuta hektare. Proyek ambisius ini diharapkan bisa menjadi penyyangga utama swasembada beras di Indonesia. Namun proyek itu akhirnya dihentikan pada tahun 1999, seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru (Orba) Ribuan hektar lahan terbengkali.

Kegagalan proyek ini sudah terjadi saat perencanaan dan perancangan, Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), dibuat tergesa-gesa dan dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan proyek. Yang fatal saat pelaksanaan proyek, bagian tengah kubah gambut dibelah untuk pengairan. Yang terjadi malah sebaliknya, kekeringan karena, fungsi kubah gambut sebagai penyimpan air menjadi berkurang.

Sumber:
http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=3&newsnr=1383
rabu, 6/5/2009, 1:35 PM


Perlu Inisiatif Mengelola Jasper Pasirgintung
Kembali kita disadarkan dan dibuat terkejut, ketika kekayaan alam di bumi pertiwi yang langka di dunia berupa jasper atau istilah setempat "batu merah" Pasirgintung, Tasikmalaya hampir saja punah sia-sia dieksploitasi. Batuan yang disebut sebagai batu merah tersebut adalah batu mulia jenis jasper (Inggris) atau jaspis (Indonesia), merupakan anggota mineral keluarga kuarsa (quartz family mineral).
Para penggemar dan pedagang batu mulia dunia menyebut sebagai biduri ati ayam, karena warnanya yang mirip dengan warna hati ayam. Jasper ini termasuk langka di dunia, dan dikagumi di banyak negara. Di Kampung Pasirgintung, Desa Buniasih, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya, jasper tersebut jumlahnya mencapai lebih dari 200 buah, berukuran besar-besar dengan berat mencapai lebih dari 50 ton, dan coraknya ada yang merah, kuning, cokelat, hitam, hijau, dan pancawarna. Berdasarkan pengamatan di beberapa negara, potensi jasper semacam ini sebetulnya kalau dikelola dengan baik akan dapat mendatangkan manfaat dan devisa negara yang cukup menggiurkan. Memang sangat ironis, kalau masyarakat dunia saja mengagumi akan keelokan alam hasil dari proses geologi ini, sementara itu kita tidak mau tahu dan masa bodoh sehingga hanya ingin mengeksploitasi dan dijual murah ke luar negeri. Kasus ini sebetulnya bukan satu-satunya yang kurang mendapat perhatian di negeri ini, tetapi masih banyak yang ada dalam catatan penulis, seperti; fosil kayu di Banten yang saat ini hampir musnah, karst Gamping di Yogyakarta yang menyisakan sebongkah monumen kepedihan, karst, dan situs Gua Pawon di Bandung Barat yang terancam, tinggal tunggu waktu saja, dan lainnya. Lokasi dan potensi jasper Lokasi jasper di Kampung Pasirgintung, Kabupaten Tasikmalaya dapat dicapai selama perjalanan 2 jam dengan kendaraan roda empat dari Kota Tasikmalaya. Setelah terjadi eksploitasi jasper, dari Kampung Cinampak (kampung terdekat), untuk mencapai lokasi jasper di Pasirgintung telah dibuat jalan roda empat. Bila melalui jalan setapak, lokasi dapat dicapai kurang dari 1 km. Menjelang Kampung Pasirgintung, satu-dua bongkah jasper tampak tergeletak di dasar lembah di sebelah kiri jalan setapak. Ketika memasuki kampung tersebut, bongkahan besar jasper tampak menghiasai pematang sawah, kolam ikan dan halaman rumah penduduk. Beberapa di antaranya ditumbuhi pohon-pohon yang memberi nuansa sakral. Potensi jasper berada di lahan Bapak Sukhro, penduduk setempat. Menurut dia, eksploitasi jasper di lahannya cukup dengan menyewa lahan Rp 60 juta/tahun. Jadi tidak memperhitungkan berapa ton jasper yang ditambang dan diangkut maupun kerusakan lingkungan sekitarnya. Hal ini dilakukan Pak Sukhro karena tuntutan hidup, keterimpitan ekonomi dan di lain pihak akibat ketidaktahuannya mengenai peraturan yang berlaku.Pada aliran Sungai Cimedang terdengar gemericik air yang bersih membiru, tampak bongkahan-bongkahan jasper beragam warna dan beragam ukuran yang terhampar begitu indahnya menghiasi Sungai Cimedang dan sekitarnya. Menurut Sujatmiko, ahli geologi dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, pemandangan semacam ini rasanya belum pernah dilihat, baik di Indonesia maupun di luar negeri seperti Prancis, Swiss, Spanyol, Italia, Yunani, Filipina, Amerika, dan beberapa negara lainnya. Warnanya merah, cokelat, kuning, hijau, hitam, pancawarna, dan beberapa di antaranya mengandung unsur besi (menempel di magnet) dan beragam jenis mineral seperti pirit, galena, tembaga, kristal-kristal kuarsa, dan lain-lain. Ukurannya ada yang mencapai tinggi 5 meteran dengan perkiraan berat lebih dari 50 ton. Jasper sebesar ini apalagi dengan jumlah yang banyak dapat dipastikan merupakan suatu fenomena alam yang tidak ada duanya di dunia. Yang tak kalah menarik adalah lingkungan tempat ditemukannya bongkahan jasper tersebut, yang berupa lava bantal berlapis dengan tufa gunung api berumur Oligo-Miosen atau sekitar 25 juta tahun (formasi old andesite). Berdasarkan survei terakhir tim Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), potensi jasper di Pasirgintung tersebut memiliki kaitan dengan proses geologi terbentuknya lapisan batuan vulkanik hingga ke arah pantai. Proses geologi tersebut ditunjukan di beberapa tempat terlihat batuan tuf, kemudian pada lokasi lain batuan kemerah-merahan hasil proses vulkanik. Potensi jasper Pasirgintung sejak tahun 2000 telah dieksploitasi secara ilegal, oleh pertambangan tanpa izin (peti). Bekas eksploitasi tersebut ditunjukkan oleh bongkahan-bongkahan jasper di Sungai Cimedang yang sudah dipindahkan siap diangkut, sedangkan jasper yang berada di darat (sawah) masih utuh di tempatnya. Berdasarkan perkiraan, telah lebih dari 6.000 ton jasper berukuran besar diangkut ke luar negeri (jumlahnya lebih dari 2.000 bongkah kalau berat rata-rata setiap bongkahan 3 ton). Pada tahun 2000, seorang pengusaha Jepang telah berhasil mengevakuasi sekitar 3.000 ton jasper dari Pasirgintung dan Sungai Cimedang. Dari penjelasan pemilik alat berat backhoe yang mengontrak lokasi jasper tersebut, selain 3.000 ton yang dibeli oleh pengusaha Jepang, beberapa tahun kemudian terjadi pengiriman lagi sebanyak 1.500 ton jasper ke seorang pengusaha batu mulia di Purwakarta. Sumber lainnya menjelaskan juga bahwa sekitar tiga tahun yang lalu, 6 truk digunakan untuk mengangkut jasper ke kawasan Cilincing Jakarta dengan berat total sekitar 1.500 ton. Sementara itu, pada saat musim kemarau bulan Juli 2008, kembali terjadi eksploitasi, selain sepuluh bongkah jasper yang sebagian telah berhasil diamankan di Bandung. Alat berat yang selalu siaga rupanya telah berhasil mengangkat sekitar 30 bongkah jasper dengan perkiraan berat 50 - 60 ton dari sungai Cimedang. Bongkahan-bongkahan jasper ini kemungkinan besar dieksploitasi untuk memenuhi pesanan 300 ton jasper dari seorang pengusaha di Bogor yang telah memasok uang muka Rp 30 juta. Kemudahan eksploitasi di musim kemarau akan mempercepat kepunahan jasper dari lokasi tersebut, alat berat dapat dengan leluasa mengangkut seluruh bongkahan jasper yang tergeletak di aliran Sungai Cimedang. Untuk bongkahan yang berukuran raksasa, mereka telah siap dengan peralatan bor intan yang mampu membelah bongkahan besar tersebut menjadi bongkahan berukuran kecil. Kekhawatiran akan punahnya jasper dari Pasirgintung, membuat Sujatmiko terketuk hatinya dan menulis di Pikiran Rakyat, Sabtu (5/7/2008). Selain potensinya yang perlu dilindungi, eksploitasi jasper secara illegal jelas-jelas tidak sesuai dengan praktik-praktik/kaidah pertambangan yang benar (good mining practices) yang akan membahayakan lingkungan. Oleh karena itu, langkah Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Tasikmalaya menutup kawasan tersebut untuk pertambangan sudah sangat tepat dalam mengamankan potensi jasper. Sementara itu, tambang mangan oleh rakyat yang lokasinya dekat dengan potensi jasper perlu direlokasi agar tidak merusak ekosistem kawasan jasper tersebut. Tanpa ada perlindungan dari pihak yang terkait, maka dikhawatirkan jasper di daerah ini akan punah karena ditambang dan dipasarkan secara ilegal. Â Amankan duluPotensi jasper Pasirgintung, Tasikmalaya dapat dikelola menjadi taman jasper yang dapat mendatangkan devisa dan manfaat bagi masyarakat sekitar. Walaupun bongkahan jasper yang tersisa tidak selengkap dulu, tetapi masih memiliki daya tarik wisata yang luar biasa. Penduduk setempat perlu dipersiapkan dan diajari ilmu dan keterampilan dalam kerajinan batu mulia. Dengan pengelolaan taman jasper, yang didukung oleh penduduk setempat yang berwirausaha di bidang kerajinan batu mulia, dan kegiatan ekonomi lain yang mendukung paket wisata diharapkan Kampung Pasirgintung dan Desa Buniasih akan menjadi daerah yang berkembang. Sementara itu, potensi jasper akan tetap lestari sehingga dapat dikagumi oleh anak cucu kita. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka diperlukan inisiatif dan kemauan daerah yang kuat. Potensi jasper ini perlu lebih dahulu dilindungi dengan kebijakan tata ruang, dan dikelola sebagai kawasan lindung (lingkungan geologi), serta dalam pemanfaatannya dapat dijadikan taman wisata alam geologi sesuai dengan PP No. 68/1998. Pada tahap awal, langkah Distamben Kabupaten Tasikmalaya yang telah melarang penambangan pada lokasi jasper sudah tepat, tetapi perlu ditindaklanjuti oleh Bapeda Kab. Tasikmalaya untuk memasukkan kawasan tersebut ke dalam kebijakan tata ruang daerah. (Bambang Yunianto, peneliti pada Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA),




Eksplorasi Umum Timah Hitam (Pb) Di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat

Dwi Nugroho Sunuhadi dan Syahya Sudarya
Kelompok Program Penelitian Mineral

Geologi daerah Tambangan, Jorong Petok, Nagari Panti, Kabupaten Pasaman mempunyai runtunan stratigrafi dari muda ke tua, yaitu : Alluvial berumur Kuarter, Satuan Batuan Filit (Formasi Kuantan) berumur Permokarbon serta Granit (Batholit Tandung Kumbang) berumur Permo Trias. Mineralisasi logam dijumpai berupa urat-urat halus larutan silika berukuran beberapa cm sampai 10 cm maupun penggantian pada batuan samping mengandung mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit dan kalkopirit dengan oksida besi sebagai pengotor dalam masadasar silika, yang kehadirannya sangat dipengaruhi oleh struktur, litologi pembawanya maupun faktor alam seperti erosi dan morfologi. Batuan intrusi granit dari Formasi Tadung Kumbang sebagai pembawa mineralisasi tersebar luas di daerah ini, sehingga kemungkinan sumber daya yang mmpunyai nilai ekonomis masih dapat diharapkan. Hal ini didukung oleh besarnya sebaran anomali chargeability batuan yang mengandung logam yang terukur dengan makin bertambahnya kedalaman. Potensi sumberdaya tereka logam Pb berdasarkan interpretasi geofisika diperkirakan sebanyak 7.389.038 ton.
PENDAHULUAN

Secara administratif, wilayah kegiatan eksplorasi terletak di Kampung Tambangan Jorong Petok, Nagari Panti Kabupaten Pasaman dan secara geografis wilayah ini terletak pada : 100° 05’ dan 100° 10’ Bujur Timur dan 0° 15’ dan 0° 21’ Lintang Utara dengan luas wilayah sekitar 104 km persegi (Gambar 1).

Daerah eksplorasi dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda 4 maupun kendaraan roda dua dari Lubuk Sikaping (ibukota Kabupaten Pasaman) – Petok – Kampung Baru Tambangan (lokasi eksplorasi) dengan jarak sekitar 30 km. 

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari data primer maupun data sekunder tentang potensi sumber daya mineral yang terdapat di daerah ini untuk melengkapi bank data yang telah dimiliki oleh Pusat Sumber Daya Geologi.

Tujuannya adalah untuk pembuatan Bank Data Sumber Daya Mineral Nasional dengan data terbaru dan akurat. Data tersebut dapat membantu untuk memudahkan pemerintah daerah setempat dalam rangka pengembangan wilayah guna menggali pendapatan asli daerah di bidang pertambangan.

Daerah Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang mempunyai sebaran endapan timah hitam (Pb) yang cukup potensial, baik yang telah diketahui potensinya maupun yang masih indikasi. Untuk mengetahui lebih jauh potensi dan indikasi tersebut sejak tahun 2005, Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan kegiatan inventarisasi endapan mineral logam di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, maka melalui DIPA tahun 2009 ini dilakukan kegiatan eksplorasi umum endapan timah hitam di daerah Kabupaten Pasaman.

GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN

Morfologi
Geomorfologi wilayah eksplorasi secara umum merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan pola aliran sungai paralel yang berarah tenggara – baratlaut (Gambar 4).

Sungai utama yang mengaliri daerah penyelidikan yaitu Batang Tambangan dengan anak-anak sungai yang bermuara ke Batang Tambangan. Geomorfologi daerah penyelidikan termasuk dalam satuan morfologi perbukitan bergelombang, daerah ini terletak pada ketinggian 250 s.d. 500 meter dpl dengan kemiringan lereng 20 – 40°.

Berdasarkan data-data yang diambil di lapangan, stratigrafi daerah penyelidikan dari yang muda ke yang tua adalah alluvial, metabatugamping, batutanduk, kuarsit, filit dan granit.

Alluvial
Satuan ini menempati sebagian kecil daerah penyelidikan, terendapkan pada daerah aliran Sungai Tambangan dan daerah limbah banjirnya berupa material lepas yang terdiri dari filit, granodiorit, granit, kuarsit dalam bentuk bongkah sampai pasir halus, satuan alluvial ini berumur Kuarter dan pengendapan masih berlangsung hingga saat ini 

Metabatugamping
Satuan ini tersingkap berupa lensa-lensa dalam batuan kuarsit, di bagian sebelah barat daerah penyelidikan, kontak dengan batuan granit dan menunjukkan indikasi adanya “skarn” dari hasil pengamatan PIMA. Dari hasil analisis petrografi pada beberapa conto batuan yang diambil untuk kontrol litologi di lapangan dapat diuraikan disini bahwa batuan sedimen-metasedimen yang ada di daerah ini berupa batugamping organik (PP.09/10/R) yang dalam fotomikrograf terlihat disusun oleh fragmen-fragmen fosil, kuarsa dan mineral opak di dalam masa dasar mikrokristalin karbonat, yang di dalam sayatan tipis batuan ini menunjukkan tekstur klastik, berbutir halus hingga berukuran 1 mm, kemas terbuka, terpilah buruk, menyudut tanggung - membundar, berongga/ sarang, terdiri dari fragmen–fragmen fosil di dalam masadasar mikrokristalin karbonat. 

Batutanduk (Hornsfel)
Satuan ini tersingkap di sebelah timur dan tenggara daerah penyelidikan, kontak dengan batuan terobosan granit, mineralisasi di daerah ini berupa pirit dan pirhotit. Batuan kuarsa-biotit-epidot Hornsfel (conto PP.09/08/R), yang diskripsi petrografinya di dalam sayatan tipis batuan ini bersifat holokristalin, menunjukkan tekstur granoblastik dan mosaik, berbutir halus hingga berukuran 0,25 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh mineral-mineral kuarsa, biotit, epidot dengan sedikit plagioklas. Tampak urat halus karbonat memotong massa batuan. Pada conto PP.09/14/RA batuan kuarsa-aktinolit-epidot hornsfel juga teridentifikasi dalam sayatan tipis batuan ini holokristalin, menunjukkan tekstur granoblastik dan mosaik, berbutir halus hingga berukuran 1 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh mineral-mineral kuarsa, aktinolit, epidot dengan sedikit plagioklas dan karbonat.

Kuarsit
Satuan ini tersingkap di bagian tengah utara dan tengah daerah penyelidikan kontak dengan batuan granit di Sungai Tambangan Sanik, membawa mineralisasi silisifikasi yang kuat menghasilkan urat-urat kuarsa halus. Batuan kuarsit (PP.09/15/R), yang dalam sayatan tipis batuan ini tampak holokristalin, menunjukkan tekstur granoblastik dan foliasi terutama pada mineral pipih, berbutir halus hingga berukuran 0,5 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh kuarsa dengan sedikit plagioklas, serisit dan mineral opak.

Satuan batuan filit
Satuan ini menempati sebagian besar wilayah penyelidikan, karena hampir seluruh wilayah eksplorasi batuan yang tersingkap merupakan batuan dari Formasi Kuantan (filit) yang telah mengalami proses diagenesa yang disebabkan oleh proses mineralisasi (pembentukan logam) ekonomis serta proses pelapukan pada batuan.

Granit
Satuan batuan ini tersingkap pada daerah-daerah lembah yang dijumpai pada wilayah penyelidikan atau bagian bawah dari Formasi Kuantan, granit ini tersingkap pada aliran sungai-sungai Tambangan pada daerah hulu dan pada aliran anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Tambangan. Hasil pengamatan petrografis, conto batuan intrusi granit (PP.09/12/R), menunjukkan sifat holokristalin, tekstur hipidiomorfik granular dan mikro pertit berbutir halus hingga berukuran 7 mm, bentuk anhedral – subhedral, dan disusun oleh mineral – mineral plagioklas, ortoklas, kuarsa, biotit dan hornblende, serta mineral – mineral sekunder, sedangkan mineral asesorinya adalah zirkon. Dari hasil analisis PIMA dijumpai indikasi mineralisasi “greissen”.

STRUKTUR GEOLOGI

Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan berupa sesar, antiklin dan sinklin. Gejala sesar sangat terlihat di Sungai Tambangan berupa pembelokan sungai yang sangat tajam dan jejak pada batuan filit dengan arah umum baratlaut – tenggara dan sesar-sesar minor yang memotong arah ini.

Pada batuan filit dan granodiorit yang tersingkap di permukaan sangat banyak dijumpai rekahan-rekahan akibat pengaruh sesar yang terjadi yang terisi oleh mineral-mineral alterasi.

Struktur yang berkembang pada wilayah eksplorasi sangat dikontrol oleh struktur sesar regional yang dikenal dengan Sesar Semangko.

Mineralisasi /Indikasi Bahan Gallian
Dari litologi yang dijumpai mulai dari aluvial, koluvium, metasedimen dan batuan terobosan yang terdiri dari granit dan granodiorit, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi pada kontak batuan sedimen dengan batuan terobosan yang ada terutama batuan intrusi granit. Mineralisasi pada batuan metasedimen Formasi Kuantan diperkirakan sebagai akibat kontak hidrothermal dengan intrusi batholit Tadung Kumbang. Mineralisasi tipe kontak hidrothermal biasanya banyak mengandung oksida-oksida dan atau sulfida-sulfida dari logam Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg dan Fe.

Bentuk cebakan hidrothermal sering mengikuti bentuk rongga/replacement. Bentuk urat dan impregnasi dapat digolongkan pada proses “cavity filling”. Pada cebakan yang mengisi rongga (cavity filling) bisa terjadi dua proses yaitu pembentukan rongga dan pengisian larutan oleh mineral.

Kontak hidrothermal antara batuan metasedimen Formasi Kuantan dengan intrusi batholit Tadung Kumbang dijumpai sepanjang anak air Tambangan Sanik mulai dari jalan desa sampai kurang lebih 60 meter ke arah hulu dengan lebar mencapai 40 meter. Mineralisasi dijumpai baik berupa urat-urat halus larutan silika berukuran beberapa cm sampai 10 cm maupun penggantian pada batuan samping. Kenampakan megaskopis batuan berwarna abu-abu terang, berbutir sedang sampai halus, agak kompak mengandung mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit dan kalkopirit dengan oksida besi sebagai pengotor dalam massa dasar silika.

Arah umum penyebaran logam dasar yang tersingkap di permukaan berkisar antara baratlaut – tenggara yang dikontrol oleh struktur patahan orde kedua dan seterusnya dari sesar besar Sumatera. 

Data lapangan yang didapat berupa conto batuan alterasi dan termineralisasi, terutama mineralisasi timah hitam (Pb) maupun mineralisasi logam lainnya yang dianalisis kimia unsur, yang dari hasil analisisnya terlihat ada beberapa conto yang memiliki kandungan unsur logam mulia dan logam dasar yang cukup tinggi, seperti pada conto batuan PP.09/01/R yang memiliki kandungan Pb 28,99% dan Zn 15,71%, Ag 360 ppm, Au 50 ppb dan Sb 180 ppm, conto batu nomor PP.09/02/R yang memiliki kandungan Pb 32,07%, Zn 7400 ppm, Ag 40 ppm, Au 140 ppm serta Sb 20 ppm, conto PP.09/04/R dengan kandungan unsur-unsur Cu 600 ppm, Pb 4839 ppm, Zn 7,56%, Ag 11 ppm, Au 14 ppb, serta Sb 2 ppm; conto PP.09/14/R dengan kandungan unsur Cu 583 ppm, Pb 6607 ppm, Zn 7,29%, Ag 21 ppm, Au 15 ppb; conto PP.09/16/R dengan kandungan Cu 209 ppm, Pb 8842 ppm, Zn 1,72%, Ag 46 ppm, Au 12 ppb, As 8 ppm dan Sb 40 ppm; conto batuan PP.09/11/R dengan kandungan unsur Cu 460 ppm, Pb 138 ppm, Zn 438 ppm, Ag 20 ppm, Au 53 ppb; conto batu PP.09/36/R dengan kandungan unsur Cu 697 ppm, Pb 5349 ppm, Zn 10,56%, Ag 8 ppm dan Au 4 ppb; conto batu nomor PP.09/33/R dengan kandungan unsur Cu 1267 ppm, Pb 3767 ppm, Zn 636 ppm, Ag 11 ppm dan Au 172 ppb; dan juga conto batuan nomor PP.09/26/F yang berupa conto bongkahan dengan kandungan unsur Cu 242 ppm, Pb 173 ppm, Zn 145 ppm, Ag 4 ppm serta Au 41 ppb; serta 3 conto aluran/“chanelling’ seperti conto nomor PP.09/29/CH1 dengan kandungan unsur Cu 233 ppm, Pb 7484 ppm, Zn 5228 ppm, Ag 26 ppm, Au 14 ppb serta As 12 ppm; conto nomor PP.09/30/CH2 dengan kandungan unsur Cu 717 ppm, Pb 8635 ppm, Zn 9,46%, Ag 30 ppm, Au 96 ppb, As 2 ppm serta Sb 22 ppm; serta conto nomor PP.09/31/CH3 dengan kandungan unsur Cu 180 ppm, Pb 2,27%, Zn 6917%, Ag 4 ppm dan Au 13 ppb, yang ketiga conto ini diambil pada satu singkapan bijih galena yang berlokasi di pinggir jalan daerah Kampung Tongah, Petok, dengan interval/selang pemercontoan alur 1 m ke kiri dan ke kanan dan panjang alur sekitar 1,5 m – 2,5 m dari bagian atas ke bawah.

Dari beberapa conto batuan yang dianalisis mineragrafi, teramati mineral-mineral logam pirit, kalkopirit, kalkosit, sfalerit , kalkopirit, galena. 

Hasil analisis PIMA beberapa conto batuan menunjukkan jenis alterasi yang berbeda, tetapi umumnya didominasi oleh propilitik (PP.0904R, PP.0905R, PP.0917F, PP.0918R, PP.0923F, PP.0925F, PP.0929CH1, PP.0929CH3, PP.0936R) yang dicirikan oleh mineral-mineral khlorit, epidot, monmorilonit, ilit dan kalsit. Beberapa conto memperlihatkan jenis ubahan yang menarik yaitu skarn (PP.0907R) dan greissen (PP.0920F), meskipun tingkat kesalahan interpretasi jenis mineralnya cukup tinggi, yaitu 1992 untuk turmalin

PEMBAHASAN

Dari litologi yang dijumpai di lapangan mulai dari endapan aluvium sungai, batuan metasedimen serta batuan terobosan granit, serta pengamatan secara kasat mata dengan memakai loupe, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi pada kontak batuan metasedimen dengan batuan terobosan yang ada terutama batuan intrusi granit. Mineralisasi pada batuan metasedimen Formasi Kuantan diperkirakan sebagai akibat kontak hidrothermal dengan intrusi batholit Tadung Kumbang. Mineralisasi tipe ini biasanya banyak mengandung oksida-oksida dan atau sulfida-sulfida dari logam Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg dan Fe.

Dari asosiasi mineral-mineral yang ditemukan di daerah ini dapat dijelaskan bahwa mineralisasi di daerah ini, bertipe epitermal “low sulfidation” (Buchanan), yang merupakan zona mineralisasi bagian bawah, dan tidak ada kaitannya dengan adanya/hadirnya logam mulia yang berada di zona mineralisasi bagian atas (di daerah ini mungkin telah mengalami proses erosi/juga oleh kondisi morfologi yang cukup terjal hingga zona yang berisi logam dasar disini bisa tersingkap), yang dicirikan oleh bau gas belerang yang kuat di dekat singkapan bijih galena.

Untuk mencari pola atau sebaran dari zona mineralisasinya yang diperlukan di dalam mendukung kualitas dan kuantitas bijih serta untuk menghitung besarnya perkiraan sumber daya bijih digunakan data hasil penyelidikan geofisika polarisasi terinduksi (IP) yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan ini

Nilai anomali chargeability di daerah penyelidikan ini berkisar antara 0.0 – 210 mV/V dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok anomali (anomali < 10 mV/V tidak digambarkan disini/~ warna putih) yaitu:
a)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai lebih kecil dari 10 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang bukan daerah mineralisasi atau tidak mengandung mineral logam.

b)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai 10 – 25 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang merupakan daerah mineralisasi (mengandung) mineral logam.

c)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai 25 – 50 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang mengandung mineral logam yang cukup besar secara kuantitas.

d)    Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai > 50 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi dari batuan bawah permukaan yang mengandung paling besar kandungan mineral logam secara kuantitas. 

Berdasarkan analisis hasil pengamatan IP (chargeability) yang dikompilasikan dengan hasil penyelidikan geologi permukaan, dapat diinterpretasikan, bahwa daerah yang dianggap prospek untuk ditindaklanjuti adalah di sekitar bagian tengah dan bagian sebelah barat daerah penyelidikan, atau lebih khusus lagi pada daerah dengan batuan granit (Peta Geologi-Lampiran 2), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10. Harga chargeability yang tinggi ini dapat juga diartikan bahwa cebakan tersebut mengandung logam yang relatif banyak. Daerah tersebut ditafsirkan merupakan daerah batuan bawah permukaan yang mengandung mineral logam bila nilai chageability pada daerah tersebut lebih besar dari 10 mV/V, sehingga dianggap merupakan daerah yang kaya akan mineral logam, dengan kata lain sebagai daerah yang prospek untuk ditindaklanjuti. 

Pemanfaatan bahan galian logam tidak terlepas dari kualitas, kuantitas dan aksesibilitas serta faktor lain seperti kondisi lingkungan. Hal ini menjadi perhatian penting apabila bahan galian tersebut nantinya akan dieksploitasi. Selain itu kendala dari pemanfaatan bahan galian ini adalah masih banyaknya penambangan yang dilakukan tidak berwawasan lingkungan, sehingga tidak memperdulikan keselamatan penambang sendiri dan faktor kelestarian wilayah.

Timah hitam sebagai salah satu komoditi jenis logam keberadaannya sangat diperlukan terutama sebagai bahan baku pencampur bahan bakar, amunisi, pembungkus kabel, solder, lempengan baterai dan lain-lain yang pada tahun-tahun terakhir ini permintaannya meningkat secara tajam di pasaran internasional, untuk itu perlu digalakkan kegiatan eksplorasi lebih lanjut sebagai upaya untuk mendapatkan cebakan baru.

Berdasarkan pemetaan geologi permukaan dan didukung oleh data dari pemercotnoan batuan termineralisasi logam dasar, pengukuran induksi polarisasi, maka keterdapatan bahan galian logam di daerah penyelidikan ini tersebar pada intrusi granit Formasi Tadung Kumbang yang menerobos batuan metasedimen dari Formasi Sihapas seluas ± 2.138.032 m2. Dengan mengambil asumsi tebal lapisan limapuluh (50) meter (dari hasil pendugaan polarisasi induksi), maka diperoleh volume endapan batuan yang mengandung logam dasar/bijih adalah 106.901.600 m3. Jika kekayaan logam dasar rata-rata 2,5693% (rata-rata data hasil analisis Pb dalam batuan) dan berat jenisnya 2,7 maka perkiraan sumberdaya tereka logam Pb di daerah penyelidikan ini adalah 7.389.038 ton .

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil pekerjaan lapangan yang dilakukan pada wilayah eksplorasi yang berlokasi di daerah Tambangan, Jorong Petok, Nagari Panti, Kabupaten Pasaman dan hasil hasil analisis laboratorium dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.    Geologi daerah penyelidikan, berdasarkan data-data yang diambil di lapangan dengan runtunan stratigrafi dari muda ke tua, yaitu : Alluvial berumur Kuarter, Satuan Batuan Filit (Formasi Kuantan) berumur Permokarbon serta Granit (Batholit Tandung Kumbang) berumur Permo Trias.

2.    Mineralisasi logam dijumpai berupa urat-urat halus larutan silika berukuran beberapa cm sampai 10 cm maupun penggantian pada batuan samping mengandung mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit dan kalkopirit dengan oksida besi sebagai pengotor dalam masadasar silika, yang kehadirannya sangat dipengaruhi oleh struktur, litologi pembawanya maupun faktor alam seperti erosi. Beberapa conto batuan menunjukkan kandungan Pb 28,99% dan Zn 15,71%,

3.    Walaupun mineralisasi yang tersingkap terbatas, tapi mengingat sebaran batuan intrusi granit dari Formasi Tadung Kumbang sebagai pembawanya masih banyak di daerah ini, maka besar kemungkinan sumberdaya yang punya nilai ekonomis diharapkan masih dapat diperoleh, mengingat besarnya sebaran anomali chargeability batuan yang mengandung logam yang terukur dengan makin bertambahnya kedalaman.
4.    Potensi sumberdaya tereka logam Pb berdasarkan interpretasi geofisika diperkirakan sebanyak 7.389.038 ton.

Untuk itu perlu dilakukan pemboran uji geologi untuk mengetahui kebenaran potensi sumberdaya yang diperkirakan. Satu kendala yang perlu diperhitungkan jika ingin melakukan eksploitasi di daerah ini adalah tumpang tindih lahan, terkait dengan luasnya areal hutan lindung yang ada.